REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih menyatakan siaga bencana alam menyusul puncak musim penghujan yang diperkirakan terjadi hingga Februari 2015.
Kepala BPBD Kulon Progo Untung Waluyo di Kulon Progo, Selasa (20/1), mengatakan informasi resmi yang diperolah BPBD Kulon Progo dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, bahwa puncak curah hujan diperkirakan mundur hingga Februari.
"Berdasarkan informasi yang kami terima, maka sosialisasi ke masyarakat segera kami lakukan agar semua pihak bisa lebih waspada dan peka dengan perubahan fenomena alam," kata Untung.
Ia mengatakan bencana alam di Kulon Progo tidak hanya tanah longsor, banjir dan angin kencang, namun juga tanah ambles yang berada di Desa Purwosari Kecamatan Girimulyo. Bahkan tanah yang retak kemudian mengalami penurunan ini, sekarang juga terjadi di daerah lain.
Berdasarkan data BPBD, ada empat kecamatan di Kabupaten Kulon Progo menjadi wilayah prioritas dari pemasangan peralatan Early Warning System (EWS) tersebut, yaitu Kecamatan Kalibawang, Samigaluh, Girimulyo dan Kokap. Empat kecamatan ini sangat potensi terjadi tanah longsor ataupun tanah ambles.
"Tim relawan BPBD siaga penuh selama 24 jam secara bergiliran untuk menghadapi puncak musim penghujan beberapa hari ke depan," kata Untung.
Selain itu, kata Untung, pihaknya mengusulkan sejumlah 300 unit Early Warning System (EWS) ke Basarnas DIY, namun hingga kini alat peringatan bencana tersebut belum ada kepastian. "Informasi terakhir yang kami dapatkan, penganggaran dari alat yang kami usulkan belum mendapat pengesahan dari DPRD DIY," kata Untung Waluyo.