REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Hari ini (18/1) eksekusi mati terhadap enam orang terpidana pengedar narkoba telah berlangsung di dua tempat berbeda, Nusakambangan dan Boyolali, Jawa Tengah.
Jaksa Agung RI, Prasetyo, pada hari yang sama memastikan, kematian keenam orang tersebut di hadapan regu tembak pada dini hari ini. Sehubungan dengan itu, tokoh agama Buddha menyatakan pendapatnya.
Menurut Ketua Umum Generasi Muda Buddhis Indonesia (GemaBuddhi), Ronny Hermawan, pelaksanaan eksekusi mati terhadap enam orang terpidana narkoba itu layak dilakukan.
Ronnya menilai, hukuman mati merupakan salah satu aturan hukum, sebagai konsensus dalam kehidupan bernegara yang mesti dipatuhi bersama.
Asalkan, lanjut Ronny, sebelumnya keenam orang itu memang terbukti sah dan meyakinkan bersalah. “Artinya, kita bukan mendukung hukuman mati, tapi mendukung penegakan konstitusi,” ujar Ronny Hermawan saat dihubungi Republika, Ahad (18/1) di Jakarta.
Bagaimanapun, lanjut Ronny, dalam pandangan agama Buddha, ada yang dinamakan sebagai karma. Sehingga, kematian keenam terpidana narkoba ini mestilah melihat pada karma masing-masing mereka.
Ia mengatakan, dilihat dari karmanya, mereka memang pantas dihukum mati karena perbuatannya dalam dunia peredaran narkoba. Adapun, perbuatan itu bukanlah perbuatan baik, sehingga secara hukum karma, pelakunya akan mendapatkan balasan buruk.
“Kenapa dia (tereksekusi mati) tidak berbuat baik? Kalau dia berbuat baik, maka balasannya baik. Kalau berbuat jahat, maka balasannya jahat juga. Itu karma,” terang Ronny Hermawan, Ahad (18/1).
Ronny mengimbau, peredaran narkoba dapat dicegah dengan penguatan pemahaman spiritual keagamaan. Misalnya, dalam pandangan agama Buddha ada ajaran tentang sila. Salah satu sila dalam agama Buddha, kata Ronny, siapapun tidak boleh mengonsumsi barang-barang yang memabukkan.
“Aturan bakunya seperti itu. Jadi jelas dong, mengonsumsi narkoba itu melanggar apa yang diajarkan Buddha,” terang Ronny Hermawan menambahkan, Ahad (18/1).