REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Niatnya menangkap maling, tiga pemuda di Mataram malah dijebloskan ke penjara. Tiga pemuda itu adalah LY (20), LN (18) dan IR (17).
Awalnya, ketiganya hendak menangkap pencuri burung. Namun, LY dan LN, warga Gatep, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram malah masuk bui. Sementara, IR diserahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) karena masih dibawah umur.
Pada Sabtu (10/1) sekitar pukul 05.00, LN LY dan IR hendak membeli rokok di warung terdekat rumahnya. Setengah perjalanan, mereka melihat NR (21) tengah menaiki tembok rumah, berusaha mencuri burung orang lain.
Spontan, ketiga lelaki itu meneriaki NR dengan sebutan maling. Sontak, NR pun berusaha kabur dengan cara memanjat tembok. Namun, usaha tersebut gagal akibat dirinya terpeleset. "Saya teriakin. Dia loncat, sempat terpeleset dan jatuh ke kali," ujar LN menceritakan kronologis kejadian.
Setelah jatuh, NR pun berusaha melawan ketiga orang itu dengan memakai pisau cutter. Sehingga berhasil melarikan diri. Namun, ketiga lelaki itu berhasil menangkap dan mengeroyok NR serta melempar bagian belakang tubuhnya dengan dua buah batu bata dan dua buah kayu Banten.
Akibat lemparan batu ke bagian belakang tubuh dan pengeroyokon yang dilakukan ketiga pemuda itu membuat NR masuk rumah sakit dan beberapa hari kemudian meninggal dunia.
Kedua orang tuanya pun akhirnya melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian. Ia pun mengaku tidak menyangka kejadiannya akan seperti ini. "Saya kira (NR) akan diserahkan ke polisi tahunya dikembalikan ke orang tua," katanya.
Kapolsek Ampenan Kompol Arief Yuswanto mengatakan kedua pemuda tersebut dikenakan pasal 170 ayat 2 ke 3 KUhp JO pasal 351 ke 3 KUHP. Dimana, melakukan kekerasan secara bersama dimuka umum dengan ancaman penjara diatas 5 tahun.
"Karena kejadian ini menimbulkan kematian jadi diproses secara hukum," ujarnya kepada wartawan akhir pekan lalu.
Menurutnya, berdasarkan hasil rekonstruksi, korban mencoba mencuri burung lantas diteriaki maling oleh tiga pemuda itu. Kemudian, melakukan perlawanan dan akhirnya dihakimi dengan menggunakan dua batang kayu Banten dan dua bata merah.