Sabtu 17 Jan 2015 06:35 WIB

Nasib Honorer K2 Terkatung-katung, Ini Solusi dari Menteri Yuddy

Sejumlah guru honorer K2 melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (26/2).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Sejumlah guru honorer K2 melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi kedatangan sejumlah perwakilan dari Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK2I).

Menteri Yuddy pun menyatakan akan membantu penyelesaian masalah Honorer K2 dengan membuat sejumlah rumusan terkait masalah ini.

“Kenapa muncul K1 dan K2? Ini muncul saat Bupati dan kepala daerah mulai dipilih langsung, banyak pejabat di daerah yang tidak berasal dari pejabat pemerintahan. Saat itu mereka canggung, siapa yang melayani mereka dan siapa yang bisa mereka percaya,” kata Yuddy dalam rilisnya, Sabtu (17/1).

 

Saat itu, lanjut Yuddy, pemerintah daerah akhirnya kehabisan anggaran untuk membayar gaji pegawai honorer, sementara para pegawai itu tidak secara resmi terdaftar sebagai pegawai pemerintah.

Kemudian, dikeluarkan PP Nomor 48 Tahun 2005 yang mengatur tentang syarat-syarat menjadi honorer K1. Namun, masih ada sejumlah oknum Kepala Daerah yang melakukan kecurangan. Akhirnya diterbitkan PP Nomor 56 Tahun 2011 yang melarang merekrut tenaga honorer.

 

“Saya mempelajari kenapa PP nya seperti itu karena pemerintah sudah melampaui batas normal aman biaya anggaran pegawai. Ada 41 persen anggaran yang dikeluarkan untuk biaya pegawai,” kata Yuddy.

 

Menurut Yuddy, alasan pemerintah tidak bisa merekrut pegawai honorer K2 sebagai PNS karena sudah diatur dalam UU Aparatur Sipil Negara. Namun, khusus untuk guru dan tenaga kesehatan yang jumlahnya 80 persen dari honorer K2 tidak ada dalam moratorium.

Dia pun menyarankan bagi Honorer K2 yang memiliki kompetensi dan pengabdian menjadi guru dan tenaga kesehatan bisa segera mendaftar.

 

Selain itu, Menteri Yuddy juga menyarankan bagi pegawai Honorer K2 yang usianya sudah di atas 35 tahun bisa masuk dalam pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Sementara bagi honorer K2 yang usianya masih di bawah 32 tahun bisa mengikuti proses seleksi CPNS.

Dia meminta agar nama-nama Honorer K2 yang masih masuk kualifikasi sebaia PNS segera diserahkan, sehingga bisa diprioritaskan saat proses seleksi.

 

Dalam kesempatan itu, para Honorer K2 juga memberikan informasi mengenai praktik curang saat proses seleksi PNS beberapa waktu lalu. Mereka menyatakan ada sejumlah PNS yang lulus seleksi namun tidak asli atau tidak dengan syarat-syarat yang ditentukan. Misalnya tidak menyertakan Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ).

 

“Jika memang ada hal-hal curang saat proses itu kami akan segera memanggil kepala BKN untuk membicarakan hal ini. Saya tidak bisa berjanji, tetapi jika itu terbukti maka kami bisa memasukkan Honorer K2 yang berkopetensi dan layak menjadi PNS untuk bisa masuk. Secepatnya kami akan urus hal ini,” kata Yuddy.

 

Ketua Forum Honorer K2 Indonesia Titi Purwaningsih meminta agar Honorer K2 yang tidak bisa menjadi PNS bisa diberikan perlakukan khusus. Menurutnya, saat ini di daerah masih sangat terasa kesenjangannya antara PNS dan honorer.

 

“Kami menghormati kebijakan-kebijakan yang sudah dibuat oleh pemerintah. Tetapi kami ingin agar kami bisa diberikan perlakukan yang khusus sebagai pegawai yang sudah mengabdi belasan tahun. Karena sampai saat ini pun kesenjangan status antara PNS dan Honorer itu masih terasa,” kata Titi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement