Jumat 16 Jan 2015 02:57 WIB
Budi Gunawan tersangka

Kasus Budi Gunawan, Ini Kata Pakar Pencucian Uang

Rep: C82/ Red: Ilham
Calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan menghadiri sidang paripurna  penetapan Calon Kapolri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (15/1). (Republika/Agung Supriyanto)
Calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan menghadiri sidang paripurna penetapan Calon Kapolri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (15/1). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Universitas Trisakti, Yenti Garnasih mengatakan, jika hasil dari korupsi telah dinikmati maka sudah dipastikan telah terjadi pencucian uang. Apalagi dalam kasus Budi Gunawan, ia diduga menerima gratifikasi saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya beberapa tahun lalu.

"Kalau korupsinya tahun 2003-2006 pasti udah dinikmati kan. Dinikmati itu dalam bahasa teori money laundry itu misalnya dibelanjakan, ditransfer, itu dinikmati," kata Yenti kepada Republika, Kamis (15/1).

Yenti mengatakan, ketika korupsi terjadi, pencucian uang juga pasti terjadi. Apalagi, lanjutnya, jika korupsi tersebut terjadi beberapa tahun yang lalu. "Kecuali baru korupsi tadi pagi, terus tertangkap," katanya.

Berdasarkan filosofi dan teori TPPU yang ada, orang yang dijadikan tersangka kasus korupsi harusnya dalam waktu bersamaan juga disangkakan pasal TPPU. Yenti pun mengomentari langkah KPK yang mengatakan tidak mau terburu-buru mengaitkan kasus dugaan korupsi Budi Gunawan dengan TPPU.

"Pak Budi Gunawan kalau gratifikasi harusnya dikasih tahu dia nerima dari siapa dan sekaligus dicari pencucian uangnya, itu harus bareng," katanya.

Penanganan korupsi dan TPPU, kata Yenti, seharusnya dalam satu proses. Apalagi KPK bisa memanfaatkan laporan dari PPATK. "Saya nggak ngerti apa urgensinya sehingga nanti dulu (mengenakan pasal TPPU)."

Yenti menilai, terkadang KPK tidak konsisten terkait pengenaan pasal korupsi dan TPPU. Di beberapa kasus seseorang disangkakan pasal korupsi sekaligus TPPU. Namun, tidak jarang KPK mengenakan pasal korupsi terlebih dahulu sebelum akhirnya menjerat orang tersebut dengan pasal TPPU beberapa waktu kemudian.

"Itu enggak tepat, kurang signifikan, kurang optimal jadinya. Yang kedua, KPK terkesan suka nggak konsisten atau diskriminatif. Tapi semoga enggak begitu."

Ia juga mengatakan, apa pun pertimbangan KPK untuk menunda pengenaan pasal TPPU, jika itu dilakukan terlalu lama, maka bisa menyebabkan TPPU tersebut hilang. Penyidikan terhadap TPPU, kata dia, dapat berguna untuk melacak aliran korupsi.

"Jadi uangnya kemana. Karena negara itu kan dalam korupsi bukan hanya memenjarakan seseorang tapi juga sebisa mungkin mengembalikan uang negara tersebut, atau kalau nggak ada uang negara, kalau gratifikasi, dirampas uang hasil gratifikasi itu," kata Yenti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement