REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Politik Universitas Padjajaran, Bandung, Muradi, menyebutkan empat alasan Jokowi disarankan melantik Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri. Keempatnya saling terkait dan berkaitan dengan wibawa pemerintahan.
"Pertama, secara politik presiden Jokowi telah mengajukan nama Budi Gunawan sebelum diinterupsi dengan penetapan tersangka oleh KPK," jelas Muradi, kepada Republika, Kamis (14/1). Artinya proses ini coba digagalkan dengan menggunakan pendekatan hukum yang dipolitisasi. Jikapun kemudian KPK ingin terus memproses kasus ini, maka dapat dilakukan saat Budi Gunawan telah definitif menjadi Kapolri dengan syarat ada alat bukti yang sahih.
Kedua, presiden Jokowi harus teguh dalam menentukan pilihan atas kebijakan yang dibuatnya. Artinya proses pengayaan agar tidak memajukan nama harusnya dilakukan saat presiden belum mengajukan nama ke DPR. Sebab bila presiden tidak meneruskan hasil paripurna DPR, maka akan menjadi preseden buruk. Presiden dinilai tidak memiliki keajegan pilihan atas kebijakan yang dipilihnya.
Ketiga, sebagai pemimpin, Jokowi harus secara kesatria mengambil tanggung jawab atas pilihan yang tidak sekehendak dengan publik. Artinya harus siap tidak populer. Namun sebaliknya bisa menjadi kuat karakter kepemimpinannya manakala pilihannya dianggap bagus.
Keempat, secara legitimasi politik, pilihan Budi Gunawan sangat kuat selain diusulkan eksekutif, disokong oleh DPR, Kompolnas serta internal Polri Solid. Hal ini membuat Jokowi tidak ada pilihan lain, kecuali melantik dan mendefinitifkan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Sedangkan masalah hukumnya bisa dilanjutkan manakala KPK memiliki alat bukti kuat.
Dengan begitu, langkah ini dapat memberikan stimulasi politik yang terstruktur dan sistematis tanpa mengurangi ataupun menghilangkan pendekatan penegakan hukum yang disematkan KPK pada calon kapolri pilihan Presiden Jokowi tersebut.