Kamis 15 Jan 2015 16:41 WIB

Prof Nidom: Bioterorisme Sudah Terjadi di Indonesia

Pengobatan anti-kuman (ilustrasi)
Foto: VOA
Pengobatan anti-kuman (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Guru Besar Universitas Airlangga Surabaya Prof Dr drh Chairul Anwar Nidom MS menduga "bioterorisme" (teror dengan senjata biologi berupa kuman penyakit) sudah terjadi di Indonesia.

Namun faktor motif dan dampak masih perlu diteliti, kata peneliti Flu Burung, MERS, Ebola, dan vaksin itu di Rektorat Unair Surabaya, Kamis (15/1).

"Sebagai peneliti, kalau memperhatikan struktur kuman penyakit hewan di Indonesia ada sejumlah fakta yang aneh, meski motif dan dampaknya masih belum jelas," katanya.

Guru Besar FKH Unair Surabaya yang dikukuhkan bersama Prof Dr drs I Ketut Sudiana MSi (FK) dan Prof Dr Ir Tini Surtiningsih DEA (FST) pada 17 Januari 2015 itu menjelaskan kemungkinan "bioterorisme" itu perlu diantisipasi, mengingat MEA atau globalisasi memang memicu persaingan ekonomi.

"Bioterorisme memang berbeda dengan terorisme dalam bentuk bom, karena teror bom itu sangat jelas dampaknya berupa ledakan dan korban, sedangkan bioterorisme itu menggunakan bakteri, virus, dan kuman penyakit lainnya yang dampaknya tidak langsung tapi bisa berlangsung lama, yakni perekonomian jatuh," katanya.

Menurut Guru Besar Bidang Ilmu Biokimia dan Biomolekuler FKH Unair itu, fakta-fakta non-alami yang memperkuat dugaan ada "Bioterorisme" di Indonesia antara lain Flu Burung yang terjadi sejak 2003 tapi hingga 2015 atau 12 tahun tidak terselesaikan, termasuk Flu Babi 2009 yang strukturnya juga tidak alami.

"Bahkan, virus Flu Burung yang menyerang bebek pada tahun 2012, ternyata tidak sama dengan virus Flu Burung sebelumnya dan justru ada kemiripan dengan virus serupa di Cina. Itu aneh, kecuali ada impor bebek dari sana," kata guru besar ke-18 FKH yang masih aktif itu.

Selain itu, pihaknya juga mendeteksi jejak virus Ebola pada hewan sejak tahun 2012 yang ditemukan secara tidak sengaja saat meneliti virus itu pada orangutan. "Anehnya, virus Ebola itu ada kemiripan dengan yang terjadi Afrika, bukan Filipina. Itu aneh," katanya.

Ia pun menyebut kasus terbaru yang terjadi di Jatim yakni penyakit anthrax di Blitar. "Itu aneh, karena Jatim selama ini 'kan dikenal bebas Anthrax. Yang jelas, ada dua akibat terkait itu yakni Pemprov Jatim sudah mengucurkan dana untuk itu dan potensi menular pada hewan dan manusia juga sangat mungkin," katanya.

Oleh karena itu, Unair akan mengembangkan Pusat Riset/Kajian Anti-Bioterorisme yang siap bekerja sama dengan pihak manapun. "Kami memiliki peralatan yang lengkap untuk itu, termasuk bio-defense atau riset untuk mengalihkan kuman negatif menjadi positif," katanya.

Sementara itu, Guru Besar FK Unair Surabaya Prof Dr drs I Ketut Sudiana MSi juga merancang penelitian tentang cara baru kemoterapi yang aman untuk membunuh kanker, yakni kemoterapi nutrisi kombinasi (KNK). "KNK itu masih tahap awal, tapi lebih aman daripada kemoterapi saat ini," katanya.

Lain halnya dengan Guru Besar Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Unair Prof Dr Ir Tini Surtiningsih DEA (FST) yang mengembangkan penelitian untuk mikroorganisme sebagai "pupuh hayati" yang mampu meningkatkan pangan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement