REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Presiden Joko Widodo dinilai sedang menghadapi ujian komitmen dalam proses penegakan hukum terkait pengusulan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kepala Kepolisian RI.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Farid Wajdi di Medan, Kamis (15/1), mengatakan, ujian itu juga berlangsung di Sumut setelah menyetujui salah satu pejabat yang menjadi terdakwa kasus dugaan pidana sebagai Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov).
Menurut Farid, pengusulan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri tersebut cukup menjadi perhatian karena telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan aturan, tidak ada yang salah dalam pencalonan tersebut karena Komjen Budi Gunawan masih berstatus tersangka dan adanya asas praduga tak bersalah.
Namun, berdasarkan etika, pihaknya menilai sangat tidak etis jika mempertahankan seseorang yang dinyatakan tersangka sebagai pejabat publik.
Karena itu, pihaknya menilai fenomena pencalonan Komjen Budi Gunawan yang ditetapkan sebagai tersangka dan persetujuan atas pengangkatan pejabat Sumut yang menjadi terdakwa sebagai Sekdaprov sebagai cerminan dan ujian komitmen politik hukum pemerintahan Presiden Jokowi.
Fenomena terhadap dua itu juga bagian dari ujian bagi konsep Revolusi Mental yang diusung Presiden Jokowi dalam pemilihan presiden tahun 2014. Meski berbentuk ujian, tetapi kedua peristiwa itu juga dinilai menjadi tamparan keras bagi proses penegakan hukum di Tanah Air.
Mempertahankan pejabat publik yang bermasalah dengan hukum dapat mengindikasikan adanya upaya mempertontonkan "dagelan dan akrobatik hukum". Selain menunjukkan persoalan krisis integritas pada lembaga pemerintahan, fenomena itu juga mengisyaratkan adanya degradasi moralitas dan etika dalam pengelolaan sistem pemerintahan.
Idealnya, pimpinan institusi penegak hukum harus dapat terbebas dari sanderaan hukum untuk memberikan keteladanan yang baik bagi masyarakat. Upaya untuk melahirkan pemerintahan dan proses penegakan hukum yang baik tidak dapat dilakukan melalui wacana belaka, melainkan dengan bukti dan terobosan dari pemerintah.
"Namun, kalau begini, wajah hukum dan etika telah 'mati suri'. Ini juga menandakan revolusi mental di bidang hukum telah berada di bibir jurang kegagalan," ujar Farid.