Rabu 14 Jan 2015 13:08 WIB

Mobil Umur Tua dan Macet Dua Hal Berbeda

Rep: C12/ Red: Winda Destiana Putri
Kemacetan di jalan (Ilustrasi)
Foto: Pandega/Republika
Kemacetan di jalan (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pengamat Transportasi Universitas Indonesia, Tri Tjahyono mengatakan kebijakan pembatasan mobil usia tua melintasi Jakarta merupakan keputusan gegabah.

Pasalnya, mobil tua dan macet merupakan dua hal yang berbeda.

Tri menjelaskan, macet yang terjadi selama ini di Jakarta disebabkan oleh banyak faktor. Pertama, ruas jalan yang tak sebanding dengan volume kendaraan. Kedua, budaya pengendara yang masih lalai mematuhi aturan juga banyak angkutan umum yang ngetem sembarangan. Bila dikaitkan dengan umur mobil yang sudah lebih dari sepuluh tahun Tri menganggap ini kurang relevan.

"Dijalan banyak mobil yang keluaran terbaru. Mobil yang terbilang tua malah tidak melintasi jalan jalan arteri. Saya kira ini tidak relevan," ujar Tri saat ditemui Republika di kampus UI, Rabu (14/1)

Tri berpendapat, kendaraan tua yang melintas di Jakarta kurang dari lima persen dari jumlah volume kemdaraan di Jakarta. Artinya, pembelian kendaraan keluaran terbaru masih tinggi. Dan saat ini kendaraan baru yang banyak meintas di Jakarta.

Tri menambahkan, kendaraan usia tua bukan penyebab kemacetan. Justru kendaraan tersebut sudah bergeser ke luar Jakarta. Jika prediksi kemacetan mencapai 13 persen tahun ini dan mobilitas mobil tua sekitar 3 persen maka dia meyakini penyebabnya bukanlah kendaraan tua.

"Kendaraan yang usia 10 tahun keatas tidak banyak. Namun jika memang benar asumsi itu maka harus difikirkan akan dikemanakan kendaraan tersebut," tambah Tri.

Tri juga mempertanyakan kebijakan yang hendak digelontorkan oleh Gubernur DKI Jakarta tersebut. Tri menegaskan, jika hendak menyelesaikan persoalan macet jakarta dan menekan volume kendaraan dijalan, maka mestinya Pemprov DKI lebih dulu membenahi aspek transportasi publik.

Tri juga menegaskan agar Pemprov DKI menyelesaikan satu persatu wacana yang telah digulirkan. Jangan tumpang tindih kebijakan, namun tidak tepat sasaran dan merugikan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement