Senin 12 Jan 2015 15:12 WIB

Keputusan Jokowi Soal Calon Kapolri Menuai Penolakan

  Dari kiri Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono, peneliti ICW Emerson Yuntho, Lola Easter, dan Aradila Caesar menutup mata dengan kain hitam bertuliskan Kapolri di Jakarta, Ahad (11/1). (Antara/Andika Wahyu)
Dari kiri Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi Widodo Eddyono, peneliti ICW Emerson Yuntho, Lola Easter, dan Aradila Caesar menutup mata dengan kain hitam bertuliskan Kapolri di Jakarta, Ahad (11/1). (Antara/Andika Wahyu)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Joko Widodo telah mengajukan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri untuk menggantikan Jenderal Sutarman. Presiden telah mengirimkan surat penunjukan Budi Gunawan kepada DPR untuk meminta persetujuan.

Keputusan Presiden Jokowi menunjuk Budi Gunawan sebagai calon Kapolri telah memicu pro dan kontra. Penolakan terhadap keputusan DPR itu  tidak hanya muncul dari LSM yang selama ini konsen terhadap pemberantasan korupsi, juga dari sejumlah aktivis yang selama ini mendukung  Jokowi.

Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Koalisi Masyakat Sipil sejak awal sudah mengingatkan agar KPK dan PPATK dilibatkan dalam pemilihan kapolri baru. Koalisi Masyarakat Sipil telah mengingatkan Presiden Jokowi agar tak  melangkahi kedua lembaga tersebut seperti saat mengangkat HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung.

Wakil Koordinator ICW, Agus Suraniyanto menegaskan, KPK dan PPATK ahli dalaam mengurus rekening yang mencurigakan. "Jokowi jangan takut," ujarnya dalam jumpa pers bersama KMS di kantor ICW akhir pekan lalu.

Presiden Jokowi membenarkan telah menunjuk Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Aktivis ICW bersama Koalisi Masyarakat Sipil  langsung bergerak mendatangi KPK.

Mereka meminta kejelasan soal calon kapolri tersebut. Karena Budi Gunawan diindikasikan memiliki rekening mencurigakan alias rekening gendut.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto  menegaskan, pihaknya  tidak dilibatkan Presiden Jokowi dalam penentuan calon kapolri.

Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho pun melontarkan kritik tajam kepada presiden. ICW menduga presiden sengaja tak melibatkan KPK-PPATK karena kuatir jagoannya tersebut tidak lolos.

Emerson menilai, Jokowi telah melanggar janjinya sendiri. Saat masa kampanye, Jokowi mengusung program 'Nawacita' (sembilan cita-cita), yaitu berkomitmen akan memilih Jaksa Agung dan Kapolri yang profesional, berintegritas dan bersih.

Faktanya, kata Emerson, Jokowi tidak menjalani proses penjaringan itu melalui KPK dan PPATK. "Kami menyerukan seluruh warga Indonesia menolak langkah Jokowi yang terburu-buru mengirimkan nama calon kapolri ke DPR," tegas Emerson dalam jumpa pers pada Ahad (11/1) di Warung Daun, Jakarta bersama KMS.

Dalam jumpa pers itu, mereka melakukan aksi tutup mata menggunakan kain warna hitam bertuliskan 'Kapolri' sebagai simbol Presiden tutup mata dalam menentukan orang nomor satu di tubuh Polri. ​

Kritik juga dilontarkan mantan kepala PPATK Yunus Husein. Ia mempertanyakan alasan Presiden Jokowi mengajukan nama Budi Gunawan menjadi calon Kapolri. Karena, nama Budi Gunawan pernah diusulkan menjadi menteri. Tetapi pada waktu pengecekan info di PPATK dan KPK, yang bersangkutan mendapat rapor merah alias tidak lulus.

"Mengapa presiden masih mencalonkan yang bersangkutan sebagai calon KAPOLRI ? Bukankah hal ini akan mengurangi kepercayaan masy pd Presiden/Pem & POLRI," cetus Yunus Husein lewat akun Twitternya.

Lantas beredar dugaan di publik bahwa penunjukan Budi Gunawan ini sebenarnya bukan berasal dari Presiden Jokowi. Tapi diduga masukan dari Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri, yang selama ini dikenal dekat dengan Budi Gunawan. "Akhirnya Budi Gunawan jadi Kapolri. Ini bukan kemauan Jokowi, tapi paksaan Megawati," kicau Ulin Yusron, aktivis yang juga pendukung Jokowi saat kampanye dulu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement