Ahad 11 Jan 2015 14:04 WIB

Calonkan Budi Gunawan sebagai Kapolri, Jokowi Seharusnya Tuntaskan Dua Hal Ini

Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol) Komjen Budi Gunawan keluar dari gedung KPK, Jumat (26/7).
Foto: Antara
Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol) Komjen Budi Gunawan keluar dari gedung KPK, Jumat (26/7).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengajuan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai calon Kapolri memang merupakan hak prerogatif Presiden Jokowi. Namun, Partai Gerindra melihat hak prerogatif tersebut mengabaikan begitu saja kritikan,  aspirasi, dan masukan dari masyarakat. 

“Kami melihat sedikitnya ada dua masalah yang harus di-clear-kan lebih dahulu oleh Jokowi terkait pengajuan Budi Gunawan sebagai Kapolri,” ujar Ketua DPP Gerindra Bidang Advokasi Habiburokhman, Ahad (11/1).

Yang pertama, imbuhnya, terkait pengakuan petinggi PDIP Trimedya Pandjaitan bahwa Budi Gunawan ikut menyusun visi dan misi pasangan Jokowi-JK pada saat Pilpres lalu.  Jika pernyataan Trimedya tersebut benar, ujar Habiburokhman, tentu ini merupakan masalah yang sangat besar.

“Bukankah seharusnya seluruh anggota Polri bersikap netral dan tidak berpihak pada salah satu pasangan calon. Penyusunan visi dan isi pasangan Capres - Cawapres jelas bukan merupakan bagian dari tupoksi Budi Gunawan yang saat itu menjabat Kalemdiklatpol,” terangnya.

 

Selanjutnya, Habiburokhman juga menyoroti, tidak adanya tahapan pemeriksaan rekam jejak oleh KPK dan PPATK sebagaimana dilakukan Jokowi saat menyeleksi calon menteri. Secara logika, ujarnya, agak janggal jika untuk menyeleksi menteri-menteri yang tugasnya tidak terkait langsung dengan hukum, Jokowi  meminta rekomendasi KPK dan PPATK.

“Justru untuk jabatan Kapolri yang merupakan ujung tombak penegakan hukum, Jokowi tidak meminta rekomendasi dua lembaga tersebut,” jelasnya.

 

Walaupun tidak disyaratkan oleh UU manapun, Habiburokhman yakin, rekomendasi dari KPK dan PPATK soal bersih tidaknya pejabat yang akan dipilih sangat penting untuk meraih kepercayaan publik. Terutama dalam konteks penegakan hukum dan  pemberantasan korupsi.

 

“Jika diibaratkan korupsi adalah sampah dan penegak hukum adalah sapunya, bagaimana mungkin sang sapu bisa digunakan untuk membersihkan sampah  jika sapunya sendiri kotor,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement