Jumat 09 Jan 2015 22:20 WIB

Waspadai Modus Operandi Cyber Terrorist

Rep: C09/ Red: Yudha Manggala P Putra
Perang siber (Cyber War). Ilustrasi.
Foto: post.jargan.com
Perang siber (Cyber War). Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Subdirektorat Cyber Crime Polda Metro Jaya mengungkap sejumlah modus operandi dari cyber terrorism atau terorisme melalui siber yang marak terjadi. Penjahat siber diketahui tidak hanya melakukan kejahatan dengan modus perusakan, tapi juga dengan motif balas dendam dan pemerasan.

Jenis tidak pidana cyber terrorism menurut data Subdirektorat Cyber Crime Polda Metro Jaya, di antaranya, pencurian dokumen, penjebolan password email dan media sosial, pengancaman, kejahatan perbankan, manipulasi informasi elektronik, hingga kejahatan terhadap kesusilaan.

Dalam kasus pencurian dokumen, pelaku kejahatan melakukan pencurian data-data otentik milik korban, setelah sebelumnya meretas password email atau media sosial korban. Data yang dicuri bisa merupakan data pribadi, data perusahaan, dan foto-foto pribadi.

Kepala Subdit Cyber Crime Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hilarius Duha, mengatakan, dalam peristiwa penjebolan password, pelaku yang biasa disebut hacker, akan dengan leluasa mengelola akun milik korban. Selanjutnya segala bentuk kejahatan dapat terjadi, termasuk manipulasi informasi elektronik.

“Tidak hanya sengaja diretas, ada juga pembajakan email yang dilakukan teman sendiri sehingga kita harus waspada ketika memberikan kata sandi pada sembarang orang,” kata dia, Jumat (9/1).

Kejahatan terhadap kesusilaan dan kesopanan atau pornografi online juga termasuk ke dalam cyber terrorism. Dalam kasus ini, pelaku menyebarkan foto-foto pribadi korban yang berbau porno melalui website di internet.

Modus penyebaran foto seronok sering kali dilakukan dengan motif balas dendam. Selain itu, pemerasan juga menjadi motif pelaku dengan mengancam menyebarkan foto korban jika korban tidak memberi sejumlah uang.

“Sebaiknya dengan pacar sendiri pun kita jangan memberikan gambar yang bersifat pribadi, karena hal itu suatu saat akan menjadi alat balas dendam jika salah satunya patah hati,” jelas Hilarius.

Pengancaman dengan motif pemerasan tidak hanya dilakukan melalui penyebaran foto. Menurut pengaduan masyarakat pada Subdit Cyber Crime Polda Metro Jaya, ancaman dari cyber terrorist terjadi melalui berbagai media, seperti email, sms, dan media sosial.

Korban mendapat SMS ancaman dari pelaku dan apabila tidak dipenuhi keinginan terlapor maka korban atau keluarga korban akan dibunuh. Hal tersebut tentunya menimbulkan keresahan masyarakat yang mayoritas saat ini menggunakan media elektronik nir kabel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement