REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon saat ini sedang membangun gedung Pusat Autis (Autis Center) di kawasan Passo, dalam rangka penerapan kota inklusif.
"Setelah dilakukan deklarasi dan penandatanganan MoU dengan UNESCO terkait kota inklusif pada September 2014, sekolah formal di Ambon mulai menerapkan pendidikan inklusif bagi penyandang disabilitas termasuk pembangunan autis center," kata Kadis Pendidikan setempat, Benny Kainama, di Ambon, Jumat (9/1).
Menurut dia, pendidikan inklusif bukan hanya untuk penyandang disabilitas tetapi juga siswa berbakat istimewa, khusus, serta anak yang memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata.
"Pemerintah memiliki kewajiban menyediakan sarana dan prasarana serta infrastruktur. Karena itu kami berupaya menyiapkan 20 persen fasilitas untuk kaum disabilitas dan berbakat khusus," katanya.
Benny mengatakan, sarana dan prasarana kota inklusif mulai diterapkan di Ambon dengan dukungan dari pemerintah pusat, dan mulai dilaksanakan tahun 2014.
Hal itu dilakukan setelah Wali Kota Richard Louhenapessy bertemu dengan Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus Layanan Khusus (PKLK) Dirjen Pendidikan Dasar Kemendikbud.
"Pemkot Ambon mendapat dukungan pembangunan sarana pendukung pendidikan inklusif di antaranya pembangunan Sekolah Luar Biasa (SLB) di kawasan Jl Tulukabessy dan Autis Center," ujarnya.
Benny juga mengatakan pihaknya akan melakukan pelatihan bagi guru pendamping khusus (GPK) di sekolah formal untuk melayani siswa disabilitas.
Guru umum, lanjutnya, tidak mungkin bisa melayani siswa disabilitas. Karena itu akan diadakan pelatihan dan penyiapan buku, dan insentif bagi guru.
"Upaya ini telah berjalan sejak tahun 2013, penerapannya dimulai di SMAN 5 dan SMAN 3 , serta SMPN 19. Semua ini dimulai dengan dana rangsangan dan kami berharap seluruh sekolah memiliki motivasi untuk menjalankan kota inklusif," katanya.
Benny menambahkan, di sekolah formal untuk seluruh tingkatan mulai diterapkan pendidikan inklusif agar penyandang disabilitas dapat menikmati pendidikan yang sama dengan siswa normal.
"Kami memberikan kesempatan kepada anak-anak penyandang cacat yakni keterbatasan fisik dan mental untuk menikmati pendidikan di sekolah umum bersama anak normal lainnya," katanya.