Jumat 09 Jan 2015 05:48 WIB

Rohaniwan Bali Imbau Masyarakat Sederhanakan Upacara Adat

Rep: Mutia Ramadhan/ Red: Julkifli Marbun
Sebuah upacara di Bali
Sebuah upacara di Bali

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kalangan sulinggih (rohaniwan) di Bali telah banyak memberikan pencerahan terkait penyederhanaan upacara adat dan agama. Apalagi, data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali menunjukkan bahwa pengeluaran untuk upacara keagamaan oleh masyarakat miskin menempati posisi kedua setelah pengeluaran untuk perumahan.

Pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan justru porsinya lebih kecil.

"Tetapi, apakah apa yang kami sampaikan dapat diterima? Dalam pelaksanaannya kembali kepada krama masing-masing," ujar perwakilan sulinggih Bali, Sri Mpu Jaya Prema Ananda dalam dialog 'Apakah Upacara Agama Mempengaruhi Kemiskinan di Bali?' di Denpasar, Kamis (8/1).

Angka kemiskinan di Bali meningkat dari 3,95 persen pada September 2013 menjadi 4,76 persen pada periode yang sama 2014. Angka tersebut masih wajar sebab Bali masih menempati posisi kedua setelah Jakarta sebagai daerah dengan tingkat kemiskinan terendah.

Terkait dengan survei BPS, Sri Empu mengatakan bahwa bisa jadi masyarakat adat yang masuk kategori miskin semakin sulit mengangkat kesejahteraannya karena terjebak dalam ritual. Fenomena ini terbilang unik di Bali karena 75 persen masyarakat miskin di Bali justru berasal dari kalangan masyarakat adat.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), I Gusti Made Sudiana berharap hasil survei BPS ini tak bermuatan politis. Dia justri berpendapat bahwa upacara yang semarak di Bali secara tak langsung mendongkrak pendapatan sektor pariwisata.

"Wisatawan yang datang ke Bali bukan semata ingin melihat keindahan alam, melainkan juga keunikan adat dan budaya yang diaktualisasikan dalam upacara," kata Sudiana.

Investor, kata Sudiana, semestinya berkewajiban menyisihkan sebagian keuntungannya untuk mendukung pelaksanaan upacara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement