REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. Surat berisi penolakan APKLI terhadap rencana Jokowi untuk membebaskan kawasan wisata dari pedagang kaki lima (PKL). Rencana tersebut disampaikanya saat Musrenbangnas 18 Desember 2014 lalu di Hotel Bidakara, Jakarta.
"APKLI meminta presiden membatalkan rencana pembebasan kawasan wisata dari PKL," kata Ketua Umum DPP APKLI, Ali Mahsun, kepada Republika, Kamis (8/1).
Jika benar akan direalisasikan, menurut Ali, rencana presiden tersebut akan memberikan dampak yang sangat besar bagi jutaan PKL di Indonesia, terutama bagi mereka yang berjualan di kawasan wisata. Ia meminta agar pemerintah tidak semena-mena menggusur dan membubarkan para PKL begitu saja.
Ali mengatakan, apapun bentuknya, penggusuran PKL merupakan pelanggaran terhadap Hak Azazi Manusia (HAM), Pancasila dan UUD 1945. Karena, PKL merupakan manusia yang hidup di Indonesia sebagai warga negara dan memiliki hak konstitusional. PKL justru seharusnya ditata dan diberdayakan agar dapat mendongkrak kunjungan wisatawan asing ke Indonesia.
Untuk itu, kata Ali, APKLI berharap pemerintah segera membatalkan rencana tersebut agar jutaan PKL tidak gulung tikar karena sumber pendapatannya hilang. Jika tetap dipaksakan, menurut Ali, akan berisiko terhadap tata kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Ali juga meminta Presiden Jokowi memerintahkan kepada seluruh kepala daerah untuk melaksanakan perpres No. 125 tahun 2012 tentang penataan dan pemberdayaan PKL dan diimplementasikan melalui penerbitan perda.
Ia meminta tidak ada lagi penataan PKL dengan perda ketertiban umum seperti yang dilakukan di Monas, Jakarta, beberapa waktu lalu. PKL diusir dengan peraturan daerah ketertiban umum dan berujung dengan insiden kekerasan.