REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Keputusan kementerian Perhubungan untuk membekukan sementara jalur penerbangan maskapai Air Asia dengan rute Surabaya-Singapura terus menuai pro-kontra, tetapi Mabes Polri harus menyelidiki terhadap izin terbang pesawat Air Asia QZ 8501.
"Mabes Polri harus melakukan penyelidikan terhadap izin terbang pesawat Air Asia QZ 8501 agar ada kejelasan," kata pakar hukum pidana dari Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya, Kris Laga Kleden, dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa.
Namun, dia memiliki pandangan lain, yakni otoritas bandara dan Kemenhub justru yang harus bertanggung jawab. "Kalau Kemenhub menyatakan Air Asia tidak memiliki izin terbang, mengapa waktu itu bisa terbang. Berarti ini kan pihak Bandara mengizinkan terbang," kata Kleden.
Menurut dia, otoritas bandara dan Kemenhub punya keterkaitan dalam urusan penerbangan. Kalau pesawat Air Asia diizinkan terbang oleh otoritas bandara ataupun Kemenhub, hal itu bisa disebut sebagai kelalaian karena mengakibatkan kematian.
Sementara untuk pihak Air Asia sendiri, kata Kleden, jika memang terbukti tidak ada rute Surabaya-Singapura pada Ahad (28/12) itu tetap bisa disalahkan. Namun, dalam hal ini yang paling bertanggung jawab adalah Kemenhub dan otoritas bandara yang membiarkan pesawat Air Asia OZ8501 itu terbang.
"Oleh sebab itu, Mabes Polri harus melakukan penyelidikan secara menyeluruh," katanya.
Sementara itu, General Manager Angkasa Pura I, Trikora Harjo, mengatakan Bandara Juanda tidak ada kewenangan memberikan izin terbang. Pihak bandara hanya sebatas memberikan fasilitas tempat. Mengenai pemberian izin, menurut Trikora, adalah wewenang dari Direktur Jenderal Perhubungan Udara.