Senin 10 Mar 2025 20:45 WIB

PM Qatar Ungkap Simulasi Krisis Kawasan Teluk Jika Fasilitas Nuklir Iran Diserang

Qatar menentang aksi militer AS terhadap fasilitas nuklir Iran.

Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani.
Foto: REUTERS/Naseem Zeitoon
Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani.

REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani mengingatkan bahwa, serangan terhadap fasilitas nuklir Iran bisa mengakibatkan negara-negara di kawasan krisis air bersih. Dalam wawancara dengan jurnalis Amerika Serikat (AS), Tucker Carlson, Jumat (7/3/2025) lalu, Sheikh Mohammed menyimulasikan dampak dari serangan terhadap Iran.

"Laut akan sepenuhnya terkontaminasi dan Qatar akan kehabisan air bersih dalam tiga hari," kata Sheikh Mohammed dikutip AFP.

Baca Juga

"Tidak ada air, tidak ada ikan, tidak ada... tidak ada kehidupan," kata Sheikh Mohammed menambahkan.

Qatar, yang berlokasi sekitar 190 kilometer dari selatan Iran, sangat bergantung pada sistem desalinasi untuk memasok sumber air bersihnya. Sistem yang sama juga diterapkan negara-negara Teluk Arab lainnya lantaran kondisi geografis yang didominasi gurun pasir.

Adapun, Iran diketahui memiliki fasilitas pembangkit nuklir di Bushehr di dekat pantai teluk, sementara fasilitas pengayaan uranium mereka berlokasi ratusan kilometer di daratan. Merujuk pada lokasi fasilitas nuklir Iran yang berada di seberang selat, ia mengatakan, Qatar tidak hanya mengkhawatirkan isu militer, tapi juga keamanan".

Sheikh Mohammed menegaskan, Watar menetang aksi militer terhadap Iran dan tidak akan menyerah terhadap upaya mewujudkan solusi diplomatik. Menurutnya, Teheran, "berkeinginan untuk terlibat (negosiasi)."

"Mereka (Iran) ingin berada pada level menciptakan kenyamanan bagi semua orang. Dan yang paling penting, mereka fokus pada perbaikan hubungan dengan kawasan, dan itu adalah sesuatu yang ada di dalamnya," kata Sheikh Mohammed.

Kalangan Barat telah lama menuduh Iran tengah mengejar kemampuan untuk memproduksi senjata nuklir, yang telah dibantah Teheran. Pada 2015, Iran meneken perjanjian memangkas program nuklir mereka demi pencabutan sanksi. Namun, Donald Trump pada 2018 keluar dari perjanjian itu.

photo
Kekuatan militer Iran - (BBC/Reuters)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement