REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI sudah menyatakan, terlarang bagi tenaga kerja asing (TKA) untuk mengajar agama apa pun di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Yakni, dengan diberlakukannya revisi peraturan menteri ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 40 Tahun 2012. Hal itu agar Indonesia tidak kemasukan persebaran paham radikalisme keagamaan dari luar negeri.
Sekretaris Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Romo Benny Susetyo, menilai, revisi regulasi tersebut tepat. Khususnya dalam membendung pengaruh paham-paham yang tidak peka akan Indonesia yang menghargai perbedaan.
“Betul itu! Perlu dibatasi penyiaran paham-paham yang mengganggu keberagaman di Indonesia,” ujar Romo Benny Susetyo saat dihubungi ROL, Ahad (4/1).
Romo Benny menegaskan, institusi pendidikan Katolik di Indonesia tidak akan terganggu dengan pemberlakuan regulasi tersebut. Pasalnya, regulasi ini hanya dalam konteks penyiaran agama dalam bidang pendidikan, bukan dalam konteks misionaris Katolik.
Apalagi, demikian Romo Benny, tiap misionaris yang dikirim ke Indonesia telah memiliki bekal yang cukup. Baik dalam hal budaya Indonesia maupun kompetensi keilmuan praktis, semisal medis.
“Misionaris Katolik selalu dibekali pemahaman budaya Indonesia dan juga keahlian lain, seperti medis. Dan juga berada dalam konteks penyiaran agama, bukan pengajar sehingga di luar cakupan (Permenaker) ini,” ujar Romo Benny Susetyo, Ahad (4/1).
Selain itu, Romo Benny juga memastikan, ada begitu banyak tenaga pengajar agama Katolik dari dalam negeri. Di samping itu, mereka pun berkompetensi unggul dan mumpuni serta memahami konteks keindonesiaan.