REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Sejumlah sopir angkutan kota (angkot) dan angkutan kota/kabupaten dalam provinsi (AKDP) masih bertahan menggunakan tarif atau ongkos lama saat bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi naik November lalu. Meski BBM sudah turun, hingga Ahad (4/1), para sopir belum menurunkan tarif karena belum ada pengumuman resmi dari pemerintah daerah.
Para supir angkutan luar kota dalam Provinsi Lampung menyatakan penurunan BBM bersubsidi pada 1 Januari lalu, tidak berpengaruh ketika kenaikan BBM pada November lalu.
"Kalau BBM naik dulu tinggi, kalau sekarang BBM turun sedikit. Jadi sama saja, kami tetap ongkos sekarang," kata Yudi, supir bus Rajabasa-Metro.
Tarif bus Rajabasa-Metro (60 km) saat ini setelah kenaikan BBM tahun lalu menjadi Rp 15 ribu per penumpang dewasa/anak-anak. Sebelumnya, penumpang dikenakan tari Rp 12 ribu.
"Kami masih berlakukan Rp 15 ribu, karena memang belum ada pengumuman resmi dari pemerintah untuk menurunkan tarif," kata Yudi.
Bungsu, supir angkot Tanjungkarang-Kemiling, masih meminta kepada penumpang angkotnya tarif Rp 4.000 per penumpang sejak kenaikan BBM tahun lalu. Ia juga tidak menurunkan ongkos setelah harga BBM bersubsidi jenis premium turun dari 8.500 menjadi Rp 7.600 per liter.
"Kami masih tarik ongkos Rp 4.000 belum turun. Lagi pula harga bensin cuma turun Rp 900 per liter. Apa ongkos mau turun Rp 200," katanya.
Menurut dia, penurunan harga BBM jenis premium Rp 900 per liter tidak berarti apa-apa bagi supir angkot untuk menjalankan kendaraanya, karena belum sebanding dengan setoran dan pemeliharaan angkot.
Dinas Perhubungan (Dishub) Lampung dan Organda Lampung, belum mengagendakan jadwal pembahasan mengenai dampak penurunan harga BBM bersubsidi terhadap tarif angkutan. Menurut Karim, salah seorang anggota Organda Lampung, belum ada rapat soal tarif turun. Sedangkan Kepala Dishub Lampung, Albar Hasan Tanjung belum bisa dihubungi, Ahad (4/1).