REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kejaksaan Agung pada tahun 2014 tidak jadi melakukan eksekusi mati terhadap enam terpidana mati. Seharusnya eksekusi mati dilakukan sebelum pergantian tahun 2014.
"Diperkirakan prosesnya baru selesai awal Januari. Kemarin waktunya sangat mepet dan tidak memungkinkan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Tony T Spontana, kepada Republika, Kamis (1/1).
Tonny mengungkapkan saat ini ada 64 terpidana mati kasus narkotika yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap (incraht). Namun sebagian mereka mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) dan memohon grasi presiden.
Meskipun putusan pengajuan kedua upaya hukum luar biasa itu sudah ditolak, masih ada saja terpidana yang mengajukan PK kedua kalinya. Kejadian tersebut terjadi lantaran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan terpidana untuk mengajukan PK lebih dari sekali jika ada novum (bukti baru).
Menanggapi hal tersebut, Kejaksaan Agung berkoordinasi dengan MA agar ada peraturan MA atau sejenis surat edaran yang mengatur batasan jumlah dan masa waktu pengajuan PK pasca-putusan sudah dinyatakan incraht.
Diketahui ada enam nama yang dijadwalkan seharusnya dieksekusi pada tahun 2014. Namun ada beberapa terpidana mati yang harus dipenuhi hak hukumnya karena kembali mengajukan PK dan masih ada beberapa berkas yang masih belum terpenuhi.
Para terpidana mati adalah GS terpidana kasus pembunuhan berencana di Jakarta Utara dan TJ terpidana kasus pembunuhan di Tanjung Balai, Karimun, Kepulauan Riau. Kemudian, dua orang terpidana mati kasus narkotika dari Batam atas nama AH dan PL pada saat-saat terakhir justru mengajukan PK dan dikabulkan.
Kedua terpidana itu akan menjalani sidang di Pengadilan Negeri Batam pada (6/1). Terakhir, dua terpidana lainnya yang akan menjalani eksekusi mati adalah Warga Negara Asing (WNA) yang terlibat kasus narkotika. Kedua WNA tersebut adalah ND warga negara Malawi dan MACM Warga Negara Brasil.
Adapun eksekusi mati akan dilaksanakan di Nusa Kambangan, Jawa Tengah. Pelaksanaan eksekusi tersebut dapat dilaksanakan di sana setelah mendapatkan ijin dari Menteri Hukum dan HAM.