Rabu 31 Dec 2014 23:00 WIB

Pengacara Guru JIS Nilai Keterangan Saksi Janggal

dari kiri)Kuasa Hukum guru JIS Hotman Paris Hutapea , Kepala Sekolah SD Jakarta International School (JIS) Elsa Donahue (WN Amerika Serikat) saat tiba di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (12/6).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
dari kiri)Kuasa Hukum guru JIS Hotman Paris Hutapea , Kepala Sekolah SD Jakarta International School (JIS) Elsa Donahue (WN Amerika Serikat) saat tiba di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (12/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak pengacara Neil Bantleman dan Ferdinant Tjong, dua guru Jakarta Intercultural School (JIS) menilai banyak kejanggalan dari informasi yang disampaikan oleh DA, salah satu korban yang juga mantan siswa TK JIS.

Henock Siahaan, pengacara dua guru JIS mengatakan kejanggalan pertama terkait lokasi kejadian yang selalu berubah-ubah dan tidak sesuai BAP polisi. awalnya DA mengaku mengalami kekerasan seksual di toilet, lalu di kelas dan kemudian di lantai dua TK JIS.

"Dalam sidang Selasa (30/12) kemarin, korban tidak konsisten tentang tempat kejadian kadang menjawab di toilet, tetapi kadang menjawab di lantai dua atau di kelas. Padahal di BAP tertulis hanya di toilet," katanya dalam keterangan pers, Rabu (31/12)

Kejanggalan lain, DA menyebut para pelaku kekerasan seksual memiliki tato gambar tengkorak di tangan dan punggung. Sementara Neil dan Ferdy bersih dari tato-tato yang disebutkan. Henock juga melihat hal aneh ketika DA memberikan keterangan.

Selama mengikuti teleconference, wajah DA tidak menunjukkan ketakutan atau trauma. DA mengaku tetap sering ke toilet bersama dengan AL dan MAK yang di BAP ditulis juga menjadi korban. Ketiganya juga tetap bermain bersama baik di kelas maupun di halaman, meskipun baru mengalami dugaan pelecehan seksual.

"Logikanya kalau memang terjadi peristiwa sodomi, korban pasti takut untuk balik ke sekolah," katanya.

Dalam kesempatan berbeda, OA ayah dari DA, diminta menjadi saksi lantaran dialah yang menyebut nama Neil dan Ferdi ke DA sebagai pelaku kekerasan seksual. Padahal sesuai keterangan DA, si anak  hanya mengatakan pelakunya bertato gambar tengkorak di tangan dan punggung.

Henock mengatakan, OA lebih banyak memberikan informasi yang tidak sesuai dengan pertanyaan hakim. OA bahkan tidak mengetahui aktivitas sehari-hari anaknya tersebut.

"Kesaksian DA dan ayahnya hari ini semakin memperlihatkan betapa lemahnya kasus ini. Mereka menetapkan orang sebagai pelaku kejahatan tanpa fakta dan bukti yang nyata. Kasus ini benar-benar mengancam penegakan hukum di Indonesia," tegas Mahareksha Dillon, kuasa hukum dua guru yang lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement