REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -- Galih (7) si bocah periang itu masih ceria seperti biasanya. Dia berlari-lari kesana-kemari, bersepeda, bahkan tak canggung meladeni gurauan sejumlah wartawan yang menggodanya.
Galih adalah anak Kapten Irianto, pilot AirAsia QZ 8501 yang jatuh di perairan Selat Karimata Ahad (28/12) lalu.
Disampaikan adik ipar Irianto, Wahyu Budi Purnomo, hingga kini, Galih belum tahu yang terjadi dengan ayahnya. "Belum diberi tahu, Mas," ujar Wahyu, dijumpai di halaman rumah Kapten Irianto di Sidoarjo.
Ditemui ditempat yang sama, Ayah Irianto, Suwarto, mengetahui bahwa Irianto sangat berharap Galih untuk menjadi pilot mengikuti jejaknya. Profesi penerbang, menurut Suwato, memang tidak asing di lingkaran keluarga besar mereka. Selain Irianto, menurutnya, sejumlah keponakannya juga menjadi pilot.
Meskipun profesi pilot sarat dengan risiko, seperti yang terjadi pada anaknya kini, pensiunan AURI mengaku akan tetap mendukung jika para cucunya bercita-cita menjadi pilot.
"Enggak apa-apa. Semua ada di tangan Tuhan. Umur, rejeki, hanya tuhan yang menetukan," kata kakek 74 tahun yang sudah tak lagi mendengar dengan jelas itu.
Berbeda dengan Galih, sang kakak, Angela (25) atau akrab disapa Ninis, tak bisa menyembunyikan dukanya. Matanya merah dan sembab tanda dan tampak murung.
Bertempat di teras rumah keluarga pilot Irianto, Selasa (30/12) siang, istri Irianto, Widya Sukarti Putri, untuk pertama kalinya sejak pesawat yang dikemudikan suaminya dinyatakan hilang, perempuan berkerudung itu mau menerima permintaan wawancara dari media.
Didampingi kedua anaknya, ayah mertua, serta sejumlah saudara, Widya menyampaikan, pihak keluarga masih berharap besar Irianto bisa ditemukan dengan selamat.