REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bakal mengoptimalkan produk pertahanan yang dibuat oleh industri dalam negeri guna menangkal berbagai macam ancaman, baik yang tampak nyata maupun yang masih belum kelihatan.
"Isi rapat KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan) tadi intinya mendukung optimalisasi produk di dalam negeri," kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, setelah sidang KKIP di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (30/12).
Menurut Menhan, hal tersebut dilakukan antara lain dengan menaikkan permintaan sekitar 30-40 persen terhadap produk industri pertahanan dalam negeri.
Selain itu, ujar dia, Presiden Joko Widodo juga menginstruksikan agar industri pertahanan juga bukan hanya untuk alat militer, tetapi juga untuk keperluan sipil.
"Kita membuat tank berarti juga bisa membuat traktor," ucapnya.
Ia juga mengemukakan, pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) juga harus efisien dan efektif berdasarkan hakekat ancaman yang terbagi dua, yaitu yang nyata dan yang belum nyata.
Menhan memaparkan, contoh ancaman yang nyata adalah teroris, bencana alam, pelanggaran kedaulatan wilayah, penyakit wabah (seperti SARS dan Ebola) dan perang intelijen dunia maya.
"Perang 'cyber' intelijen itu sedang berlangsung, seperti kemarin antara Amerika Serikat dan Korea Utara. Itu tidak dirasakan, tetapi berbahaya," tegasnya.
Ia menuturkan, dengan mengetahui potensi ancaman-ancaman tersebut barulah disusun alat apa yang akan dibeli untuk memperkuat pertahanan.
Menhan berpendapat, kualitas industri pertahanan dalam negeri adalah hebat seperti dapat membuat radar serta untuk kapal pemburu juga tidak boleh lagi dibeli di luar, tetapi harus dibuat di dalam negeri.
"Senjata kita tidak kalah. Senjata kita akurat," tukas mantan KSAD ini.