REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Tony Fernandes tampil sebagai sosok penting di balik sukses Air Asia. Sebelum menjadi perusahaan multimiliar dolar AS, Air Asia hanya perusahaan kecil yang dimiliki Pemerintah Malaysia.
Perusahaan ini cuma memiliki dua pesawat tua Boeing 737, 250 pegawai, dan satu rute penerbangan. Air Asia kala itu memiliki utang hingga 40 juta dolar AS atau Rp 497 miliar dengan kurs saat ini.
Fernandes mengambil perusahaan ini dari Pemerintah Malaysia pada Desember 2001 bersama sejumlah rekan bisnisnya. Dia hanya membayar 29 sen dolar AS untuk menguasai mayoritas saham perusahaan penerbangan itu.
Namun ia memang harus menanggung semua kewajiban perusahaan itu terkait dengan utang kepada pihak ketiga. Kewajiban itu, seperti ditulis the Star, termasuk persoalan pajak Air Asia.
Belajar dari Southwest Airlines, Fernandes membangun kerajaan barunya itu dengan konsep bisnis yang hampir sama: harga murah, kualitas layanan prima, dan perputaran pesawat yang cepat.
Perusahaan kemudian mencatat keuntungan. Jika pada awalnya Air Asia hanya ada di Malaysia, Fernandes sukses membawa perusahaan ini memiliki anak usaha di Indonesia, India, Thailand, dan Filipina.
Air Asia kini mengoperasikan lebih dari 160 pesawat Airbus A320 dan A330 seri jet. Air Asia telah mengangkut lebih dari 230 juta orang per tahunnya. Jumlah pegawainya pun bertambah dari 300 orang pada 2001 menjadi 15 ribu lebih saat ini.
AirAsia tidak hanya tumbuh menjadi perusahaan dengan aset miliaran dolar AS, tetapi juga menjadi maskapai paling murah yang pernah ada di Asia Tenggara. Selama enam tahun mendapat peringkat teratas dari Skytrak.
Fernandes kini membangun kerajaan baru dalam industri properti. Ia mengembangkan hotel budget di Asia dan Inggris melalui bendera Grup Tune.
Di olahraga, Fernandes membeli saham mayoritas klub Liga Primer Inggris Queens Park Rangers. Ia juga bekerja sama dengan Erick Thohir melahirkan kompetisi basket ASEAN Basketball League.