REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kasus yang menjerat dua orang dai asal Sumatra Barat, Farhan Muhammad dan Mayarni Mzen masih terus ditangani pengadilan. Aparat diminta bersikap independen dalam menangani kasus tersebut.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberi perhatian penuh pada keduanya yang dituduh telah melakukan perdagangan manusia (human trafficking) sekaligus syiar disertai pemaksaan terhadap sembilan orang anak asal Mentawai agar masuk Islam.
“Aparat jangan main pokrol bambu, yakni satu dipijak sedangkan pihak lain diangkat. Sebab, ini isu yang peka dan rawan,” kata Wakil Sekretaris Jenderal MUI KH Tengku Zulkarnain, Jumat (26/12).
Yang ia maksud, kasus tersebut harus diselesaikan di jalur hukum. Dengan catatan, aparat penegak hukum wajib bersikap independen sehingga tidak berpihak kepada siapapun atau apa pun selain keadilan.
Tengku mengakui, lokalitas Mentawai memang sensitif dalam hal penyebaran agama. Apalagi, dewasa ini ada kecenderungan dari luar Mentawai untuk berlomba-lomba membawa agama ke daerah kepulauan kecil itu.
Menurutnya, syiar agama dari luar Mentawai sah-sah saja untuk dilakukan. Dengan syarat, penyiaran agama tidak memakai cara tipu daya, pemaksaan, maupun iming-iming materi. Sehingga masyarakat setempat tidak dirugikan dengan persaingan penyebaran agama.
Bahkan, sejatinya daerah Mentawai tidak asing lagi dengan praktik toleransi beragama. Tidak sedikit di sana ditemukan, sebuah keluarga memiliki anggota yang berlainan agamanya.
“Tapi, janganlah dakwah Islam lantas enyah di Mentawai,” katanya.