REPUBLIKA.CO.ID,ACEH—Satu dekade usai bencana tsunami, Kota Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) mengalami pemulihan yang meroket.
Dalam sepekan terakhir, Republika turut merasakan geliat kehidupan di jantung kota Serambi Mekkah ini.
Denyut masyarakat lokal Banda Aceh kentara terlihat ketika matahari mulai terbenam. Usai Maghrib sampai dini hari, jejeran kedai kopi kelas pinggir jalan sampai bekonsep kafe dipadati pembeli.
Tak ada kekhawatiran tersirat di wajah mereka tentang kenangan kelamnya gempa dan tsunami 2004 silam.
"Tenang saja, intinya sekarang kalau gempa lalu air laut surut, berarti akan tsunami. Kalau laut tetap tenang berarti tidak akan tsunami," ujar Madi, penjual kopi Aceh, Arah Maju di Rex Peunayong, Banda Aceh.
Apa yang Madi ujarkan berbanding lurus dengan kondisi riil masyarakat Banda Aceh. Meski kota ini pernah 80 persen wilayahnya luluh lantak oleh tsunami, namun terlihat masyarakatnya sudah bangkit.
Sektor infrastruktur pun tak banyak lagi yang terlihat bekas dihantam tsunami. Justru, tsunami 2004 seolah membantu Banda Aceh untuk merapikan kota mereka.
Setelah rata dengan tanah oleh tsunami, kota kemudian ditata ulang dengan pembangunan jalan memiliki rute lebih sederhana dan memudahkan pengendara.
Gedung-gedung yang hancur pun sudah kembali berdiri. Misalnya supermarket, rumah-rumah warga hingga tempat ibadah.
Seperti terlihat di masjid Baiturahman. Meski mampu bergeming dari hantaman tsunami, namun menara utama masjid ini sebenarnya mengalami kerusakan.
Kini, menara tersebut telah berdiri lagi dengan tegak meskipun elevator di dalamnya tak pernah lagi bisa digunakan.