Selasa 23 Dec 2014 15:00 WIB

Eva Bande Usulkan Bentuk Satgas Konflik Agraria

Koalisi Anti Korupsi Pertanahan (KAKP)
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Koalisi Anti Korupsi Pertanahan (KAKP)

REPUBLIKA.CO.ID, MAMUJU -- Aktivis dan pejuang agraria asal Sulawesi Tengah, Eva Susanti Bande mengusulkan pembentukan satuan tugas khusus yang bertujuan untuk menangani beragam konflik agraria yang terjadi di berbagai daerah di Tanah Air. "Kami usulkan harus ada satgas khusus untuk penyelesaian konflik agraria," kata Eva Bande dalam jumpa pers Catatan Akhir Tahun Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, langkah pembentukan satgas tersebut bermanfaat karena selama ini proses hukum yang berjalan sama sekali tidak menunjukkan keberpihakan kepada petani kecil. Ia mencontohkan, bila ada situasi konflik agraria seharusnya dihentikan dulu klaim dari perusahaan yang mencaplok lahan. "Tapi tidak terjadi walau ada berlembar-lembar surat dari Komnas HAM untuk menghentikan klaim tersebut," ucapnya.

Menurut dia, konflik agraria sudah masuk dalam tahap akut sehingga pemerintah harus menyelesaikan ini dengan melibatkan pihak-pihak yang kredibel agar petani tidak lagi semakin banyak kehilangan lahan. Sekjen KPA, Iwan Nurdin mengatakan, terkait penyelesaian konflik agraria, sesungguhnya dari sisi kelembagaan telah banyak lembaga negara yang dibentuk mulai dari BPN, Kementerian Kehutanan, Komnas HAM, Ombudsman, hingga DPR. "Lembaga-lembaga tersebut terbukti tidak efektif dan tidak mampu menyelesaikan konflik agraria secara tuntas," tuturnya.

Menurut dia, rekomendasi-rekomendasi penyelesaian yang dihasilkan tidak tuntas karena tidak bersifat mengikat para pihak untuk sungguh-sungguh menuntaskan konflik agraria. Solidaritas Perempuan menyatakan, tindakan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan grasi untuk aktivis Eva Bande sama dengan memperbaiki tindakan pemerintahan sebelumnya. "Solidaritas Perempuan memandang grasi Eva ini bukan sebagai bentuk pengakuan kesalahan, namun sebagai upaya negara, dalam hal ini pemerintahan baru, yang bertanggung jawab atas kesalahan pemerintahan sebelumnya karena telah mengkriminalisasi dan menghukum Eva," ujar Ketua Solidaritas Perempuan Wahidah Rustam.

Wahidah berpendapat, grasi Eva adalah babak baru dari perjuangan menentang kriminalisasi petani dan aktivis pembela HAM pejuang agraria, serta penyelesaian konflik-konflik agraria. Untuk itu, ujar dia, pembebasan Eva harus menjadi pintu masuk bagi pembebasan para petani dan aktivis yang dipenjara akibat memperjuangkan hak atas tanah dan sumber kehidupannya, serta penghentian kriminalisasi terhadap setiap upaya memperjuangkan hak dalam perlawanan terhadap pemilik modal.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement