Ahad 21 Dec 2014 08:55 WIB

DPRD Kalsel Sosialisasikan Peraturan Pertanahan

Sungai Martapura, di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Foto: kabarbanjarmasin.com
Sungai Martapura, di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Komisi I (Bidang Hukum dan Pemerintahan) DPRD Provinsi Kalimantan Selatan menyosialisasikan peraturan yang berkaitan dengan pertanahan. "Dalam kunjungan kerja (kunker), 18--20 Desember 2014, kami mengunjungi Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu)," kata Wakil Ketua Komisi I DPRD Kalsel Haji Syahdillah melalui telepon selularnya kepada Antara di Banjarmasin,Ahad.

Ia mengatakan bahwa pihaknya menyosialisasikan surat keputusan bersama (SKB) empat menteri, terutama yang berkaitan dengan kepemilikan tanah/lahan yang merupakan hak rakyat. Syahdillah lantas menyebutkan keempat menteri Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla tersebut, yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, dan Menteri Pekerjaan Umum.

Mantan Wakil Bupati Hulu Sungai Utara (HSU), Kalsel, yang bergabung dengan Partai Gerindra itu menerangan isi SKB empat menteri tersebut, antara lain menyatakan tanah hak rakyat bisa disertifikati kendati dalam kawasan hutan. "Asalkan tanah atau permukiman penduduk tersebut sejak lama keberadaannya, jauh sebelum dikeluarkannya Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor 345 Tahun 1999 yang diubah dengan Permenhut 435/2009," ujarnya.

Ia menyatakan Komisi I DPRD Provinsi Kalsel yang juga membidangi pertanahan akan turut menyosialisasikan SKB empat menteri tersebut. Apalagi, masalah pertanahan yang berkiatan dengan kepentingan rakyat banyak. "Kita berharap dengan SKB empat menteri tersebut, mengenai permukimanan penduduk yang belakangan atau seiring dengan keluarnya Permenhut 435/2009 menjadi persoalan, tidak menjadi masalah lagi," katanya.

Oleh sebab itu, masyarakat yang sejak lama tinggal di kawasan hutan takperlu resah atau khawatir karena hak kepemilikan mereka mendapat pembenaran oleh petaruan perundang-undangan. "Namun, sebaiknya warga masyarakat tersebut mengurusi atas alas hak kepemilikan sehingga tidak bermasalah lagi di kemudian hari," demikian Syahdillah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement