Sabtu 20 Dec 2014 13:00 WIB

INDCs Diminta tak Bebani Pembangunan Nasional

Pencemaran lingkungan (ilustrasi)
Pencemaran lingkungan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) Rachmat Witoelar mengatakan hasil dari pertemuan di Lima, Peru, memerlukan tindak lanjut di dalam negeri dan penyiapan kontribusi Indonesia dalam bentuk Intended Nationally Determined Contributions (INDCs) harus dipastikan tidak menjadi beban tambahan dalam pelaksanaan pembangunan nasional.

Rachmat Witoelar yang juga merupakan Ketua Delegasi Republik Indonesia (Delri) pada COP20 dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, mengatakan INDCs yang akan disampaikan Indonesia harus terfokus pada kebutuhan pembangunan nasional Indonesia yang menyentuh sektor maritim, ketahanan energi dan ketahanan pangan.

"Sudah selayaknya Indonesia dapat memanfaatkan INDCs sebagai peluang untuk memastikan berjalannya proses pembangunan nasional yang sekaligus akan memberikan kontribusi pada upaya bersama untuk mencegah kehancuran dan bencana akibat terjadinya perubahan iklim," katanya.

Menurut dia, target pembangunan di sektor maritim memiliki peluang mitigasi perubahan iklim termasuk dengan optimalisasi peran transportasi laut sebagai pengganti transportasi darat terutama transportasi barang (logistik).

Pengembangan energi berbasis laut dan pesisir yang terdesentralisasi merupakan opsi yang dapat membantu Indonesia dalam pencapaian target 100 persen rasio elektrifikasi pada 2020 serta mempertahankannya di masa depan.

Jika target pemenuhan akses listrik ini hanya difokuskan pada pengembangan pembangkit berbasis energi fosil maka, menurut Rachmat, dapat dipastikan Indonesia akan menjadi negara pengemisi terbesar Gas Rumah Kaca (GRK) yang memerlukan investasi yang cukup besar serta waktu pembangunan yang cukup lama.

Selain peluang mitigasi, sektor maritim dapat dipastikan akan memerlukan perencanaan dan implementasi aksi adaptasi yang signifikan. Peningkatan temperatur global bukan hanya terjadi di udara saja melainkan terjadi pula di dalam air laut, sehingga mengakibatkan dampak dalam bentuk peningkatan keasaman air laut

yang akan mengancam kehidupan berbagai biota di dalamnya termasuk ikan dan terumbu karang.

Adaptasi terhadap perubahan pola gelombang dan angin di lautan, ia mengatakan juga harus menjadi perhatian di sektor ini termasuk pengembangan wilayah pesisir sehingga perencanaan dan pembangunan yang dilakukan telah memperhitungkan berbagai kemungkinan dampak yang akan terjadi.

Perencanaan pembangunan nasional di Indonesia tidak akan mengalami kerugian dan beban tambahan jika sejak awal telah mempertimbangkan penanganan dan pengendalian perubahan iklim di dalamnya.

Namun Jika perencanaan masih dilakukan dengan pendekatan "business as usual" yang berasumsi kondisi tidak berubah di masa mendatang, dapat dipastikan pada saat implementasinya akan banyak penyesuaian yang harus dilakukan, yang berarti memerlukan dana tambahan, akibat terjadinya perubahan iklim, ujar Rachmat.

Untuk itu, lanjutnya, data dan informasi terkini mengenai berbagai opsi teknologi (terutama terkait dengan pengembangan energi terbarukan), kondisi iklim dan perubahan serta ancamannya, serta peluang penelitian dan pengembangan teknologi dalam bentuk kerjasama internasional yang setara, merupakan syarat utama dalam perencanaan pembangunan nasional yang memiliki perspektif masa depan yang mempertimbangkan tantangan dan ancaman perubahan iklim.

Konferensi Perubahan Iklim Lima, COP20/CMP10 The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), berakhir pada Minggu (14/12), dan menghasilkan keputusan yang dinamakan Lima Call for Climate Action yang diadopsi secara aklamasi oleh seluruh Negara Pihak UNFCCC.

Dalam Lima Call for Climate Action, Negara Pihak menyepakati bahwa upaya pengendalian dan penanganan perubahan iklim masa depan akan dilaksanakan di bawah Konvensi Perubahan Iklim dengan menggunakan keluaran legal yang akan disepakati pada tahun 2015. Keluaran legal yang memiliki kekuatan mengikat bagi seluruh Negara Pihak ini dapat berbentuk Protokol (sebagai pengganti dari Protokol Kyoto), instrumen legal lain, maupun kesepakatan dengan kekuatan implementasi legal.

Dalam keputusan yang sama, seluruh Negara Pihak juga menyepakati bahwa INDCs yang merupakan bentuk partisipasi aktif masing-masing Negara Pihak, harus disampaikan oleh seluruh Negara Pihak sebelum berlangsungnya COP21 di Paris pada akhir 2015.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement