REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Chrisnandi mengaku kaget saat mengetahui banyaknya laporan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Ombudsman yang sering menjadi korban balas dendam kepala daerah yang tidak didukung saat kampanye pilkada.
"Enggak boleh sebenarnya, PNS kan memang harus bersikap netral, tidak boleh berpolitik karena merupakan pelayan publik," kata Yudi kepada Republika, Kamis (18/12).
Ia menegaskan, para kepala daerah tidak boleh merasa bahwa tidak adanya dukungan politik dari para PNS merupakan suatu ancaman. Ia pun mengimbau agar para PNS segera melapor ke kemenpan RB bila memang ada para kepala daerah melakukan perbuatan tidak terpuji dengan menyingkirkan dan tidak memberikan hak kepegawaian mereka.
"Kalau ada kebijakan yang dirugikan dari pimpinan, sampaikanlah kepada kami. Kami akan membantu akan pemulihan hak-hak mereka," ucapnya.
Ia pun mengaku akan mendalami agar dewan pembina PNS diserahkan kepada sekertaris daerah (Sekda) yang merupakan jabatan karier tertinggi dalam jenjang karir PNS.
"Ya memang justru lebih bagus bila sekda karena dia jabatan karier, mengerti betul dengan permasalahan para PNS. Nanti kami tindak dan dalami, apa yang terbaik untuk situasi ini," ucapnya.
Sebelumnya peneliti pada divisi Kajian Hukum Tatanegara SIGMA M Imam Nasef memberikan solusi agar kewenangan pembinaan PNS di daerah tersebut dilakukan oleh pejabat karier, "Sekda contohnya," kata dia.
Karena secara konstitusional, politisasi birokrasi jelas melanggar asas pemilu yang jujur dan adil sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 1945. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam beberapa putusan perselisihan hasil pilkada mengkategorikan politisasi birokrasi sebagai pelanggaran yang terstruktur.
Namun, sayangnya MK belum secara ketat memberikan sanski terhadap pelanggaran tersebut. "Ke depan sanksi yang diberikan terhadap politisasi birokrasi harus lebih ketat guna meningkatkan kualitas demokrasi kita," ucapnya.