Jumat 19 Dec 2014 09:33 WIB

Ini Gebrakan Baru BNP2TKI

TKI
Foto: Antara
TKI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyiapkan dua gebrakan untuk membenahi permasalahan yang dihadapi buruh migran, salah satunya memulangkan TKI non-formal di beberapa negara yang jumlahnya mencapai 1,8 juta orang.

"Sebagai kado bagi buruh migran, atas arahan dan perintah Bapak Presiden Joko Widodo, sidang kabinet memutuskan semua buruh yang nonformal akan difasilitasi oleh negara untuk dipulangkan.

Ada 1,8 juta orang di berbagai negara, mereka tidak punya dokumen kontrak, paspor, bahkan visa kerja," kata Kepala BNP2TKI Nusron Wahid pada acara Malam Budaya Peringatan Hari Buruh Migran Sedunia sekaligus peringatan 10 Tahun Migrant Care, di Goethe Institute, Jakarta Pusat, Kamis.

Pemerintah, lanjut dia, tidak sekadar memulangkan, tetapi setelah dipulangkan mereka akan dilatih dan dibukakan akses modal untuk membuka usaha.

"Tentu nanti akan ada opsi, misalkan bagi negara yang memungkinkan untuk pemutihan dan TKI nonformal itu masih mau bekerja di negara tersebut. Prinsipnya kita tidak mau memperlama penderitaan TKI di luar negeri, namun harus dipikirkan kembali agar setelah dipulangkan tidak malah timbulkan masalah baru," ujarnya.

Sementara gebrakan kedua, lanjut Nusron, adalah pembenahan di struktur biaya yang harus dikeluarkan TKI. Beban yang harus ditanggung TKI selama ini sangat tidak manusiawi karena dari mulai berangkat hingga kerja selama tiga tahun, TKI harus menanggung beban sekitar Rp51 juta atau setara dengan 11 gaji kerja di Taiwan.

Nantinya, mulai Maret 2015 biaya yang ditanggung TKI dipangkas menjadi hanya sekitar Rp20 juta.

Tidak hanya biaya yang ditekan, tetapi juga prosesnya akan lebih dimudahkan. Jika sebelumnya proses yang harus ditempuh TKI ada 22 titik yang setiap titiknya ada biayanya, nanti hanya 8 titik dan itupun akan dibuat di satu tempat.

Saat ini Indonesia mengalami bonus demografi, dimana usia produktif lebih banyak dari kesempatan kerjanya. Kalau kata pengamat, kata Nusron, politik migrasi itu baru bisa diselesaikan ketika pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen, tetapi itu belum tercapai saat ini sehingga banyak yang memilih kerja di luar negeri.

"Persoalannya, ketika migrasi prosesnya terlalu panjang, waktunya lama, biayanya mahal. Harus mendatangi 22 tempat, dan di Indonesia, semua tempat duit, mulai dari Rp100 ribu hingga Rp5 juta. Karena itu, banyak yang mengambil jalan pintas dengan tanpa prosedural," tuturnya.

Kami melihat, pada hakikatnya mereka (TKI) ingin tenang, formal, tidak ingin ditangkap polisi. Tetapi masalahnya itu, lama, panjang, dan mahal. Maka solusi kita, proses itu kita ubah, dari 22 titik menjadi 8 titik dan satu pintu, datang di satu tempat, selesai semua urusan, di imigrasi ada tes kesehatan dan lain-lain, biayanya juga diringankan, papar Nusron.

Sementara itu, Direktur Migrant Care, Anis Hidayah, mengatakan, undangan terhadap BNP2TKI merupakan pertama kali dilakukan pada acara itu.

"Setidaknya kita ini ada trust kita terhadap pemerintahan Jokowi-JK, ada komitmen komprehensif bahwa permasalahan buruh migran akan diperbaiki, negara akan hadir dalam permasalahan perlindungan buruh migran. Sebelumnya, tidak ada kemauan politik melihat masalah TKI ini sebagai persoalan hak asasi manusia, tetapi hanya bicara soal devisa," kata Anis.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement