REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Hujan deras yang mengguyur Kota Surabaya pada Kamis sore (18/12) hingga malam mengakibatkan banjir sesaat yang hampir merata di seluruh wilayah Kota Pahlawan itu.
Sejumlah jalan protokol terendam air hujan seperti halnya di Jalan Basuki Rachmat, Jalan Ahmad Yani, Panglima Sudirman, Kertaya, Gubernur Suryo, Darmahusada dan lainnya. Selain itu, sejumlah kawasan permukiman yang sebelumnya tidak pernah terendam banjir, akhirnya terendam, seperti halnya di kawasan permukiman Sutorejo, Petemon, Rungkut dan lainnya.
"Ini merupakan yang pertama kali dalam sejarah rumah saya kebanjiran. Saya tidak menyangka jika bisa banjir. Saya kaget air tiba-tiba masuk ke dalam rumah begitu cepat. Aliran air seperti tsunami kecil," ujar salah satu ibu rumah tangga di kawasan Perumahan Sutorejo Timur, Dian Puspita.
Kawasan permukiman yang berada di Surabaya timur ini tahun-tahun sebelumnya tidak pernah banjir. Tapi, hujan yang berlangsung cukup lama membuat kawasan pemukiman ini terendam air. Bahkan, air sudah masuk ke dalam rumah ketinggian mulai dari 1 centimeter (cm), 5 cm hingga 15 cm.
Sementara itu, semua ruas jalan, khususnya jalan protokol di kota pahlawan ini terendam air. Bahkan, debit airnya lebih tinggi jika dibanding tahun-tahun sebelumnya, misalnya di Jalan Dharmahusada, Jalan Kertajaya, Jalan Manyar yang ketinggian air di daerah ini sekitar 15 cm.
Akibat genangan air ini, menyebabkan kemacetan parah. Bahkan, sejumlah sepeda motor berhenti karena mesinnya mati. Sejumlah kendaraan roda empat, yang sebelumnya parkir di pinggir jalan, akhirnya dipindah ke tempat yang lebih tinggi agar tidak terendam air.
Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya, Adi Sutarwijono mengakui bahwa, baru kali ini Surabaya mengalami banjir parah. Tahun-tahun sebelumnya tidak pernah seperti ini. Menurut dia, ini akibat dari sikap Pemkot Surabaya yang tidak pernah obyektif dalam memaparkan fakta-fakta yang ada di lapangan. Seringkali ketika tanya soal antisipasi banjir, selalu dibilang semua sudah diantisipasi.
Tapi sayangnya, ketika terjadi hujan deras, justru terjadi banjir di mana-mana tanpa ada antisipasi. "Saya kira, Pemkot harus melakukan evaluasi menyeluruh mengenai tata kota Surabaya. Khususnya kawasan pemukiman-pemukiman baru dan juga gedung-gedung tinggi," katanya.
Ia menjelaskan penanganan soal banjir bukan hanya pada seberapa banyak pembangunan box culvert dan juga saluran air. Tapi lebih pada bagaimana kawasan pemukiman yang saat ini menjamur di Surabaya, bisa menjamin tidak terjadi banjir.
Hal ini dikarenakan tak jarang kawasan pemukiman ini, sebelumnya berfungsi sebagai resapan air. Ketika perumahan dibangun, fungsi resapan air ini menjadi hilang. "Kalau menurut saya, banjir itu merupakan dampak dari banyaknya pembangunan kawasan pemukiman dan juga gedung-gedung tinggi di Surabaya. Sudah saatnya ini dievaluasi. Apakah bangunan-bangunan ini mendukung anti banjir atau tidak," jelasnya.