REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap pemerintah menunda pengesahan kepengurusan DPP Partai Golkar bakal mengganggu kinerja Fraksi Golkar di DPR maupun DPRD. Sebab dualisme kepemimpinan DPP Golkar membuat para pengurus fraksi tidak memiliki acuan jelas dalam merespon kebijakan partai.
"Persoalan menjadi berlarut-larut. Kinerja kedewanan Fraksi Golkar terganggu," kata Ketua DPP Golkar hasil Munas IX Bali, Tantowi Yahya kepada wartawan di kompleks Parlemen Senayan, Kamis (18/12).
Tantowi kecewa dengan sikap pemerintah. Mestinya, pemerintah obyektif menyelesaikan dualisme kepengurusan DPP Partai Golkar. Caranya mudah cukup memverifikasi keabsahan munas yang dilakukan kubu Agung Laksono di Jakarta dan kubu Aburizal Bakrie (Ical) di Bali dengan mengacu aturan organisasai Partai Golkar.
"Kalau pemerintah lihat secara jernih, memverifikasi munas itu mudah, yaitu melihat ad/art," ujar Tantowi.
Mengacu pada AD/ART Partai Golkar, munas selalu memiliki dua agenda utama yakni mendengar laporan pertanggung jawaban ketua umum dan memilih ketua umum baru. Selain itu munas juga mesti diikuti oleh para pemilik suara dari DPD I provinsi, DPD II kabupaten/kota, dan ormas partai. Tantowi mengatakan munas kubu Ical sudah memenuhi syarat-syarat itu.
Kendati kecewa, Tantowi menyatakan DPP Partai Golkar hasil munas Bali tetap akan mengikuti saran pemerintah untuk islah. Namun Tantowi menyatakan jika jalan islah tidak bisa menemui kata sepakat maka pihaknya siap memperjuangkan keabsahan kepengurusan di pengadilan.
Sebelumnya pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly menolak pengesahan kepengurusan DPP Golkar hasil Munas IX Jakarta yang dilakukan kubu Agung Laksono maupun Munas IX Bali yang digelar kubu Ical. Yasonna meminta kedua pihak mencari jalan islah melalui mahkamah partai yang ada di Partai Golkar.