Rabu 17 Dec 2014 22:25 WIB

Politikus PPP: Kemenkumham Keliru tak Sahkan Munas Surabaya

Rep: C07/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sekretaris Majelis Pakar PPP Ahmad Yani (kanan).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Sekretaris Majelis Pakar PPP Ahmad Yani (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Politisi PPP Ahmad Yani mengatakan ada kekeliruan yang dilakukan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Menurutnya Kemenkumham membuat kekeliruan, seharusnya Kemenkumham tidak mengesahkan kepengurusan Munas PPP di Surabaya.

"Ini menjadi pelajaran, hati-hati intinya. Diumpamakan menterinya masih ragu," kata Ahmad saat dihubungi, Rabu (17/12).

Seharusnya, kata dia, saat Munas PPP dilakukan penundaan pengesahan. Sikap yang dilakukan Kemenkumham terhadap Partai Golkar sangat bertolak belakang dengan yang diterima PPP. "Malah di Partai Golkar ditunda," ucapnya.

Politisi PPP lainnya Aunur Rofiq mengatakan hasil muktamar Surabaya telah sesuai dengan prosedur. Saat itu pihak PPP sudab mendaftar hasil Muktamar pada Kemenkumham pada (17/10) dan dilengkapi semua dokumen pada (20/10).

"Sesuai UU parpol ada waktu satu minggu bagi Kemenkumham untuk lakukan evaluasi. Dalan kurun waktu tersebut tidak ada pihak yang mempermasalahkan paling tidak dua sampai tiga yang punya suara atas perubahan pengurus hasil muktamar Surabaya," jelasnya.

Kemudian, setelah dilakukan evaluasi, pada tanggal (28/10) dikeluarkan 28 Surat Keputusan. "Saya pikir Kemenkumham sudag menjalankan secara profesional sesuai UU Parpol," tuntasnya.

Sebelumnya Kemenkumham memutuskan tidak mengesahkan hasil dua musyawarah nasional (Munas) Partai Golkar di Bali maupun di Ancol. Keputusan ini terlihat kontradiktif dengan konflik yang terjadi di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terkait dualisme kepengurusan beberapa waktu lalu.

Menkumham Yasonna Laoly beralasan, konflik yang terjadi di dua partai itu berbeda konteks. Di PPP, kata dia, Kemenkumham harus memutuskan keabsahan kepengurusan baru tujuh hari setelah forum tertinggi partai digelar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement