REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan versi Muktamar Surabaya menawarkan posisi strategis kepada Ketua Umum DPP PPP versi Muktamar Jakarta Djan Faridz sebagai upaya islah partai tersebut.
"Salah satu poin dalam tawaran kami seperti itu, yakni memberikan kebebasan untuk duduk di posisi mana. Namun bukan mengganti yang sudah ada, tapi menambahkan," ujar Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar Surabaya, Muhammad Romahurmuziy, di Surabaya, Rabu (17/12).
Politikus yang akrab disapa Romy tersebut mengaku upayanya sebagai bagian dari islah di internal partai dan menganggap sebuah konflik bagian dari dinamika berorganisasi. "Tapi beliau menolak dan menyerahkan ke beliau apakah diterima atau tidak, karena itu tergantung pada kebesaran jiwa seorang Djan Faridz," katanya.
Ia juga mengakui dalam menghadapi kondisi di internal partai, kubunya tidak berhenti menawarkan upaya islah, salah satunya dengan mengutus seorang ketua DPP hasil muktamar Surabaya menemui kubu Djan Faridz.
Legislator DPR RI itu mengklaim kubunya selalu menyampaikan, membuka diri dan menginisiasi islah secara serius melalui sejumlah tawaran sesuai pedoman dengan tidak menyalahi asas umum pemerintahan yang baik.
Selain memberikan posisi strategis, pihaknya menawarkan kubu Djan Faridz bergabung karena menilai kubunya memiliki lebih banyak dukungan kader.
"Terbukti pada Muktamar Jakarta yang memang hanya dihadiri segelintir ketua dan sekretaris DPW, berbeda dengan muktamar di Surabaya. Apalagi prinsip demokrasi itu harus mengakui mayoritas," katanya.
Kemudian, lanjut dia, sebagai DPP PPP yang sah sesuai Surat Keputusan yang diterbitkan Kementerian Hukum dan HAM, kubu Romy mengajak kubu Djan Faridz bergabung.
"Silakan bergabung ke kubu yang sah dan ini sudah sesuai aturan berlaku. Jangan teruskan pandangan tentang aturan-aturan yang membingungkan kader PPP," katanya.