Senin 15 Dec 2014 10:56 WIB

Soal Golkar, Menkumham Diminta Jernih

Rep: c13/ Red: Mansyur Faqih
Bambang Soesatyo
Bambang Soesatyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menkumham Yassonal Laoly diharapkan bisa berpikir jernih menghadapai persoalan Partai Golkar. Ia juga diminta memahami masalah di antara dua kubu yang saling berseteru dengan sebaik-baiknya.

"Menkumham harus jenih memahami persoalan," kata Bendahara Umum Partai Golkar versi munas Bali, Bambang Soesatyo melalui pesannya kepada ROL, Ahad (14/12).

Menurut Bambang, presidium penyelamat partai Golkar yang menggagas munas di Ancol merupakan institusi ilegal. Karena tidak diatur dalam AD/ART partai.

Ia menjelaskan, agar sikap pemerintah dilandasi pertimbangan yang jernih, menkumham hendaknya tetap berpijak pada pasal 24 dan pasal 25 UU Nomor 2/2011. Yaitu mengenai perselisihan khusus dan umum serta pengesahan kepengurusan parpol.

Bambang menjelaskan, menurut pasal 25 UU Nomor 2/2011 tentang Partai Politik, ada empat indikator yang harus terpenuhi secara kumulatif. "Indikator ini untuk mengkualifikasikan telah terjadinya perselisihan khusus dalam kepengurusan parpol," ujarnya. 

Pertama, kata Bambang, perselisihan karena penolakan untuk mengganti kepengurusan. Kedua, penolakan pergantian kepengurusan harus disampaikan secara resmi dalam penyelenggaraan forum pengambilan keputusan tertinggi parpol. "Seperti munas, kongres, atau muktamar," tambanhnya.

Ketiga, jelas Bambang, penolakan pergantian kepengurusan harus anggota parpol peserta munas, kongres, atau muktamar. Keempat, penolakan pergantian kepengurusan harus disuarakan minimal oleh dua per tiga peserta munas, kongres, atau muktamar.   

Untuk persoalan Golkar, kata dia, empat indikator perselisihan kepengurusan khusus yang disebutkan dalam pasal 25 UU Nomor 2/2011 tentang Parpol itu tidak ditemukan. "Sebab, ketika munas IX Partai Golkar digelar di Bali, tidak muncul penolakan kepengurusan dari dua per tiga peserta munas," katanya.

Ia menjelaskan, penolakan justru disuarakan oleh kelompok Agung Laksono dari luar forum munas, tepatnya di Jakarta. Jadi, tidak ada alasan hukum bagi menkumham untuk menunda kepengurusan munas Bali.

"Karena sama sekali tidak memunculkan perselisihan kepengurusan," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement