REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Diponegoro Semarang Teguh Yuwono mengatakan pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia lebih baik mengembalikan berkas-berkas dari kedua pihak yang berseteru di Partai Golkar.
"Pemerintah lebih baik memutuskan untuk tidak mengambil keputusan. Kirim surat ke Golkar supaya mereka menyelesaikan dulu masalah, kemudian terima berkas setelah bersatu kembali," kata Teguh Yuwono, Jumat (12/12).
Teguh mengatakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menyebutkan bila ada konflik di dalam partai yang menyebabkan adanya dualisme kepengurusan, maka diselesaikan sendiri oleh partai melalui mekanisme mahkamah partai.
Namun, yang menjadi permasalahan adalah ketika mahkamah partai pun terpecah seperti yang terjadi pada Partai Golkar. Partai Golkar versi munas Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie dan Partai Golkar versi munas Ancol yang dipimpin Agung Laksono, mengklaim memiliki mahkamah partai masing-masing.
"Bagaimana pun, pemerintah tidak bisa memutuskan akan mengesahkan yang mana. Undang-undang secara jelas menghormati otonomi parpol. Kalau membela salah satu dan menenggelamkan yang lain, itu menunjukkan Menkumham tidak paham undang-undang," tuturnya.
Selain itu, bila pemerintah memutuskan mengesahkan salah satu pihak, maka rentan untuk digugat ke pengadilan tata usaha negara (PTUN). Itu sudah terjadi ketika pemerintah mengesahkan kepengurusan PPP versi Romahurmuzy.
"Keputusan pemerintah akan cacat dan berpotensi digugat. Di sisi lain kesalahan itu akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah," katanya.
Kepengurusan Partai Golkar terpecah menjadi dua sebagai imbas perbedaan pendapat yang ada di dalam partai tersebut. Kedua belah pihak yang bertikai menggelar musyawarah nasional (munas) sendiri dan sama-sama mengklaim pengurus yang sah serta menyerahkan berkas untuk disahkan Kemenkumham.
Munas di Bali diselenggarakan oleh pihak ketua umum Aburizal Bakrie. Munas tersebut kembali memilih Aburizal Bakrie sebagai ketua umum dalam pemilihan secara aklamasi.
Sedangkan munas di Ancol diselenggarakan kelompok penyelamat partai yang dimotori Agung Laksono. Agung Laksono terpilih sebagai ketua umum dalam pemungutan suara mengalahkan kandidat lain Priyo Budi Santoso dan Agus Gumiwang Kartasasmita.
Menanggapi pengajuan berkas dari kedua belah pihak, Menteri Hukum dan HAM Yasona H Laoly menyatakan membentuk tim khusus untuk mengkaji sebelum memberikan pengesahan.