Rabu 10 Dec 2014 12:07 WIB

Komnas Perempuan: Pengurangan Jam Kerja Perempuan tak Tepat

Ibu bekerja/ilustrasi
Foto: Sheknows.com
Ibu bekerja/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana untuk pengurangan jam kerja perempuan termasuk juga usulan agar lokasi kerja dekat dengan rumah dinilai tidak tepat.

Komisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Rabu (10/12), menjelaskan wacana untuk meningkatkan kualitas generasi muda melalui penciptaan keluarga yang harmonis hendaknya dilakukan dengan melakukan perubahan kebijakan di sektor pendidikan. Juga infrastruktur kota yang ramah anak, bukan dengan pengurangan jam kerja maupun lokasi kerja yang dekat dengan tempat tinggal.

Komnas Perempuan berpandangan keluarga yang harmonis perlu dibina dengan pendidikan pranikah yang membangun pemahaman kesetaraan gender. Komnas menekankan pula pentingnya bekerja sama dalam tanggung jawab pengasuhan anak dan merawat keluarga berpengaruh dalam mencegah terjadinya kekerasan di dalam rumah tangga.

Waktu cengkrama dengan keluarga bagi kedua orang tua dapat bertambah secara substantif ketika infrastruktur transportasi menjadi lebih baik. Sehingga waktu dan energi tidak terbuang percuma saat pergi dan pulang kerja akibat waktu tempuh yang panjang karena macet atau waktu tunggu transportasi publik yang juga dinaiki dalam kondisi berdesakan.

Tempat penitipan anak termasuk poin yang disorot. Perkantoran dipandang patut menyediakan tempat penitipan anak dengan standar yang baik, agar orang tua dapat bekerja dengan tenang termasuk penyediaan ruang laktasi. Dua hal tersebut sekaligus menjadi langkah pelaksanaan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Demikian juga dengan waktu cuti berbayar yang lebih panjang untuk ibu yang hamil dan melahirkan serta suami yang mengambil cuti pengasuhan anak menjadi alternatif lain yang perlu dipertimbangkan. Indikator kebijakan konstitusional telah dibahas Komnas Perempuan sejak tahun 2011 bersama sejumlah kementerian terkait dalam menangani persoalan kebijakan diskriminatif.

Kementerian yang dimaksud terutama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Indikator tersebut juga telah diujicoba beberapa kali untuk membantu perumus kebijakan dan aparat negara menemukenali persoalan diskriminasi dan konstitusionalitas yang ada dalam materi muatan kebijakan tersebut. Dengan adopsi menyeluruh dari indikator itu dan dengan pendidikan yang sistematis untuk menguatkan pemahaman tentang Konstitusi dan keadilan gender, Komnas Perempuan berharap usulan dan produk kebijakan yang diskriminatif dapat dicegah di masa mendatang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement