REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Nikolaus Pira Bunga mengatakan, jika perseteruan di tubuh Partai Golkar terus berlanjut maka akan mengancam kader partai itu untuk ikut bertarung dalam setiap pilkada di Indonesia. "Selama dua kepengurusan hasil Munas ini belum ada satupun yang mendapat pengakuan secara hukum tetap, maka Golkar tidak bisa dilibatkan dalam proses pilkada," kata Pira Bunga, di Kupang, Selasa terkait seteru dua kubu dan dampak politik bagi Golkar dalam pilkada.
Partai tua berlambang pohon beringin itu saat ini terbelah. Setelah kubu Aburizal Bakrie menggelar Munas di Bali pada akhir November, tim penyelamat partai yang dikomandani Agung Laksono menggelar Munas di Jakarta awal Desember.
Kini kepengurusan hasil Munas Bali pimpinan Aburizal Bakrie maupun Munas Jakarta yang dipimpin Agung Laksono, sama-sama telah melaporkan kepengurusannya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk mendapat pengesahan. Dua kubupun saling klaim sebagai yang paling sah dan harus mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM.
Menurut dia, salah satu persyaratan dalam mengajukan calon kepala daerah adalah surat keputusan dewan pimpinan pusat partai politik yang sudah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM. Dalam kaitan ini, maka kader Golkar akan mengalami kesulitan memperoleh rekomendasi partai, sebagai syarat untuk ikut bertarung dalam pemilu kepala daerah di seluruh Indonesia yang akan digelar pada 2015 mendatang, katanya menjelaskan.
Pira Bunga memperkirakan, kemelut yang melanda partai berlambang pohon beringin saat ini akan berlanjut ke tingkat pengadilan, karena tidak menerima keputusan Kementerian Hukum dan HAM untuk mengesahkan salah satu kepengurusan, baik hasil Munas Bali maupun Jakarta. "Saya yakin, jika tidak ada solusi untuk menyelesaikan perseteruan dua kubu ini sebelum ada putusan Kementerian Hukum dan HAM, maka masalah di tubuh partai Golkar ini akan semakin ruwet karena salah satu kubu dipastikan akan membawa masalah ini ke pengadilan," katanya.
Proses hukum di pengadilan akan memakan waktu yang lama dan itu akan berdampak pada kesulitan para kader memperoleh legitimasi untuk ikut bersaing dalam pilkada, kata Pira Bunga.