Selasa 09 Dec 2014 11:35 WIB

Petani Tebu Minta Impor Gula Rafinasi Diawasi

Rep: Lilis Handayani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Gula Rafinasi (ilustrasi)
Foto: Corbis
Gula Rafinasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Para petani tebu di Kabupaten Cirebon berharap pemerintah mengawasi masuknya gula impor rafinasi. Pasalnya, realisasi impor gula tersebut selama ini melebihi kebutuhan sehingga membuat harga gula petani menjadi jatuh.

Sekretaris Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTRI) Jawa Barat, Haris Sukmawan, menjelaskan, kebutuhan gula nasional mencapai 5,7 juta ton. Sedangkan produksi gula lokal hanya sekitar dua juta ton dan gula rafinasi kurang lebih 1,6 juta ton. Itu berarti, masih dibutuhkan sekitar dua juta ton impor gula.

''Kami akui, impor gula masih dibutuhkan. Tapi kenyataan di lapangannya, impor lebih tinggi dari kebutuhan, terutama gula rafinasi,'' kata pria yang biasa disapa Wawan itu, Selasa (9/12).

Wawan mengatakan, maraknya peredaran gula impor rafinasi itu menyebabkan harga gula produksi petani menjadi jatuh. Dia menyebutkan, harga gula produksi petani hanya dihargai Rp 7.900 - Rp 8.000 per kilogram.

Padahal, lanjut Wawan, investor sudah memberikan dana penyangga kepada petani dengan harga Rp 8.500 per kilogram atau sesuai dengan harga dasar gula yang ditetapkan pemerintah. Dikhawatirkan, tidak akan ada lagi investor yang bersedia memberikan dana penyangga jika harganya terus-terusan dibawah harga talangan yang mereka berikan.

Wawan menambahkan, kondisi yang lebih parah, gula petani yang telah diberikan dana penyangga oleh investor menjadi sulit terjual. Bahkan, sepekan yang lalu, gula produksi petani menumpuk di empat gudang pabrik gula (PG).

Adapun keempat PG itu, yakni PG Sindanglaut, Tersana, Karangsuwung dan Jatitujuh. Di empat PG tersebut, jumlah gula yang menumpuk sedikitnya mencapai 270 ribu kuintal atau 27 ribu ton.

''Itu merupakan gula produksi 2013 dan 2014,'' terang Wawan. Namun, dia mengaku tidak tahu pasti apakah gula-gula yang menumpuk tersebut hari ini telah terjual atau belum.

Wawan menambahkan, jika gula-gula tersebut belum terjual, maka dampaknya akan lebih berat pada musim giling Mei 2015 mendatang. Menurutnya, harga gula bisa lebih jatuh karena tumpukan gula produksi 2013-2014 akan semakin bertambah banyak dengan produksi gula 2015.

Wawan menuturkan, tahun ini merupakan masa yang berat bagi para petani tebu, baik dari segi harga, rendemen maupun produksi. Selain harga yang anjlok, tingkat rendemen tebu juga sangat rendah, yakni 6,1-6,2. Padahal, harusnya tingkat rendemen minimal mencapai 7  ''Akibat rendahnya rendemen, target produksi menjadi tidak tercapai,'' terang Wawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement