REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Golkar versi Munas IX Jakarta Agung Laksono meminta para pendukungnya melaksanakan amanah partai, meskipun ketika mengikuti musyawarah nasional menghadapi intimidasi dari pihak lain.
Baru pada munas kali ini terjadi intimidasi terhadap peserta, pemimpin dan peninjau, namun guncangan ini akan berlalu dan Golkar tetap berdiri, katanya ketika menutup Munas IX Golkar, di Hotel Mercure, Jakarta, Senin.
Agung mengatakan berada di Golkar sejak tahun 1974, namun baru pada Munas IX terjadi intimidasi terhadap peserta, pemimpin, dan peninjau. "Kami pahami ancaman-ancaman itu dilontarkan sebagai perang urat saraf. Sebenarnya yang hadir 328 orang (pemilik suara) namun karena ada 'serangan' melalui pesan singkat dan telepon sehingga jumlahnya menyusut," ujarnya.
Dia mengatakan kehadiran 500 orang peserta dari seluruh daerah, provinsi dan kabupaten/ kota merupakan hal yang tidak mudah. Terutama menurut dia, terkait persiapan Munas IX Jakarta yang relatif singkat yaitu hanya dua hari sejak keputusan percapatan penyelenggaraan munas. "Saya menyampaikan permintaan maaf apabila penyelenggaraannya tidak berkenan. Karena munas ini dilakukan dalam persiapan yang singkat, yaitu hanya dua hari sejak diputuskan dibutuhkannya percepatan munas," katanya.
Agung mengklaim pelaksanaan Munas IX Jakarta jauh lebih demokratis dibandingkan Munas IX Bali. Hal itu menurut dia ditunjukkan dengan pemilihan Ketua Umum yang berlangsung secara terbuka pada Minggu (7/12) malam. "Munas ini jauh lebih ramai dari Munas Bali karena disini tidak ada yang ditutupi dan tidak ada agenda tersembunyi," katanya.
Dia menegaskan dengan semangat keterbukaan itu, Golkar telah menunjukkan pada publik bahwa partai tersebut mampu menjalankan praktek demokrasi. Selain itu Agung berharap para kader dan pengurus partai langsung bekerja serta menyelesaikan permasalahan dengan Golkar versi Aburizal Bakrie. "Kita harus selesaikan laporan ke Kementerian Hukum dan HAM segera setelah acara Munas IX Jakarta berakhir," katanya.