REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Embit Kartadarma meminta supaya para dokter tidak sembarangan memberikan obat antibiotika kepada pasien, khususnya anak-anak supaya tidak terjadi resistensi terhadap antibiotika tersebut.
Menurutnya, peringatan organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) mengenai kekebalan pemberian antibiotika memang harus dicermati. Apalagi, WHO juga memberikan peringatan bahwa resistensi antimikroba merupakan sebuah masalah besar di tingkat global dan terutama di Asia Tenggara.
"Untuk itu, dokter harus memperhitungkan dosis antibiotika untuk anak-anak yang berusia 12 tahun kebawah. Umumnya, dosis pemakaian antibiotika untuk anak-anak maksimal 125 miligram (mg)," katanya kepada Republika, Senin (8/12).
Karena anak kecil tidak bisa menelan antibiotika dalam bentuk tablet atau kapsul, maka diberikan antibiotika berupa sirup. Namun dokter sudah mempelajari pemberian dosis antibiotika untuk pasien, termasuk anak-anak. Dokter akan memberikan antibiotika dengan dosis rendah terlebih dahulu untuk membunuh satu macam bakteri. Kalau belum sembuh, maka dokter menggunakan antibiotika dengan dosis lebih tinggi.
"Jadi dokter jangan asal memberi resep dosis tinggi, hanya karena ingin pasien cepat sembuh," ujarnya.
Kepada pasien, ia meminta supaya menghabiskan obat antibiotika yang diberikan dokter. Jangan sekali-sekali menyisakannya meski si pasien merasa sudah sembuh.
"Karena kalau obatnya tidak dihabiskan maka akan terjadi kekebalan (resisten) terhadap antibiotika itu," katanya.
Sebelumnya diketahui WHO sudah memberikan peringatan terkait penggunaan antibiotika. WHO menyerukan peningkatan aksi untuk tanggulangi resistensi terhadap antimikroba ini.
Awal tahun 2014 lalu WHO memberikan peringatan bahwa resistensi antimikroba merupakan sebuah masalah besar di tingkat global, terutama di Asia Tenggara yang menampung seperempat populasi dunia. Resistensi terhadap antibiotik telah menjadi permasalahan di seluruh negara karena hal tersebut menyebabkan pengobatan yang diberikan kepada pasien tidak ampuh lagi.