REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wacana pengurangan jam kerja perempuan yang sepekan ini santer terdengar, ternyata dinilai sebagai sebuah diskriminasi serta memberi beban baru bagi kaum Hawa.
“Ada gagal konsep dari wacana pengurangan jam kerja bagi perempuan ini. Jika alasan pengurangan jam kerja bagi perempuan karena masalah pengasuhan dan konsepsi ideal seorang ibu, hal ini dianggap sebagai beban ganda perempuan,” ujar Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriyani, dalam rilisnya, Ahad (7/12).
Pengurangan jam kerja perempuan, ujarnya, sama saja merumahkan perempuan atau lebih tepatnya merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
Selama ini, stigma terhadap perempuan berkarier adalah perempuan yang tak bisa mengurus rumah tangga. Padahal, imbuh Andy, perempuan berkarier adalah hak, dan terkadang merupakan tuntutan hidup.
Kondisi inilah yang ia maksud terjadi beban ganda yang harus disandang perempuan. Satu sisi sebagai pencari nafkah, di sisi lain sebagai ibu rumah tangga.
“Semestinya bukan jam kerja yang dikurangi. Tetapi perbaikan infrastruktur negara yang mampu mendukung perempuan dalam menjalankan perannya,” jelas Andy.
Misalnya, memperbaiki infrastruktur transportasi agar perempuan bisa mengakses transportasi yang aman dan cepat agar waktu tak habis di jalan.
"Komnas Perempuan mengingatkan bahwa niat baik saja tidak menjamin kebijakan yang dihasilkan tidak memiliki muatan yang diskriminatif," ujar Andy.
Komnas Perempuan menilai kebijakan ini akan meminggirkan perempuan di dunia kerja sebab ia akan dipandang sebagai tenaga kerja yang tidak kompetitif dan tidak produktif. Artinya, realisasi usulan ini merupakan langkah mundur dalam upaya menghapus diskriminasi terhadap perempuan.