Kamis 04 Dec 2014 23:17 WIB

Flayover dan Underpass Kurangi Kecelakaan di Jalur Kereta Api

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Julkifli Marbun
Flyover (ilustrasi)
Foto: Antara
Flyover (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Flayover dan Underpass --dinilai-- menjadi solusi yang paling ideal guna mengurangi tingginya angka kecelakaan di perlintasan sebidang jalur kereta api.

Sejauh ini ribuan nyawa telah melayang sia- sia akibat tertabrak kereta api. Terutama kawasan di perlintasan sebidang. Bahkan --secara statistik-- tiap hari ada korban jiwa melayang akibat tertabrak kereta api.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Perhubungan (Menhub), Ignasius Jonan dalam rapat koordinasi 'Keselamatan Perkereta-apian dalan Penanganan Perlintasan Sebindang di Daerah' yang dihelat di Gedung Lawang Sewu, Semarang, Kamis (4/12).

Menhub mengakui, sebelumnya pernah menjabat sebagai Direktur Umum PT Kereta Api Indonesia selama lima tahun delapan bulan. Selama ini pula ada sekitar 5.000 hingga 6.000 orang meninggal dunia karena tertabrak kereta api.

"Artinya, setiap hari ada orang yang tewas tertabrak kereta api dan kebanyakan berada di lintasan sebidang," ujarnya di hadapan peserta rapat koordinasi ini.

Oleh karena itu kematian sia-sia di jalur kereta api ini jangan terjadi lagi. Sudah saatnya di perlintasan sebidang harus dibangun flyover atau underpass.

Jonan juga menyinggung, musibah itu terjadi karena masyarakat tidak membaca dan memahami rambu-rambu, yang sebenarnya telah terpasang di area bahaya perlintasan sebidang.

"Misalnya semua kendaraan yang mendekati perlintasan kereta api, ketika  sudah berbunyi peringatan untuk berhenti harusnya mematuhi. Bukan main terobos mumpung kereta masih jauh," katanya.

Jonan juga mengakui, tidak mungkin untuk membatasi penjualan kendaraan bermotor di Indonesia sebagai upaya menekan angka kecelakaan lalu-lintas. Begitu pula dengan pembatasan usia kendaraan bermotor.

Oleh karena itu satu-satunya cara menekan angka kecelakaan adalah dengan membuat kedua fasilitas jalan ini. Sebab pada masa pemerintahan Belanda, mereka sudah membangun viaduk di Manggarai (Jakarta) dan di Gubeng (Surabaya).

Padahal lalu-lintas pada masa itu masih sangat sedikit dan tidak seperti sekarang yang sudah sangat padat. "Sehingga flyover atau underpass sudah sangat diperlukan," tegasnya.

Pada kesempatan ini, Kepala Dinas Perhubungan,Komunikasi dan Informasi Jawa Tengah, Urip Sihabudin menjelaskan di Jawa Tengah ada 1.614 perlintasan kereta api.

Dari jumlah itu  268 perlintasan kereta api diantaranya dijaga. Sementara yang tidak dijaga jumlahnya mencapai 1.346 perlintasan.

Selain itu, dari seluruh perlintasan kereta api ini yang berpalang pintu hanya 504. Sedangkan sebanyak 1.110 tidak berpalang pintu. "Sehingga ada 902 perlintasan yang berkategori sangat rawan kecelakaan, 327 lainnya cukup rawan kecelakaan," ujarnya.

Dengan beroperasinya rel jalur ganda juga menjadi persoalan baru. Karena  rel ganda bisa meningkatkan kapasitas jalur menjadi 200 kereta api per hari.

"Saat ini saja jumlah kereta api yang melintas baru mencapai 115 - 125 kereta api per hari, dan angka kecelakaan di jalur kereta sudah tinggi," tambahnya.

Kepadatan arus kereta api itu jelas memunculkan permasalan pada perlintasan sebidang karena kedatangan kereta api bisa setiap 10 menit sekali, bahkan bisa setiap menit untuk lalu-lintas dua arah.

Di Jawa Tengah jumlah kecelakaan tabrakan antara kereta api dan kendaraan umum pada tahun 2009 sebanyak 21 kali, dengan jumlah korban 51 orang meninggal dunia dan 78 luka-luka.

Jumlah ini meningkat tahun 2010 menjadi 26 kali kecelakaan (26 meninggal, 42 luka). Sementara pada tahun 2011 terjadi sedikitnya 22 kecelakaan (35 meninggal, 26 luka).

Di tahun 2012 ada 18 kecelakaan (17 meninggal, 18 luka) sedangkan di  tahun 2013 sedikitnya ada 13 kecelakaan (27 meninggal, 81 luka).

Usulan untuk membangun fly over atau unde pass di perlintasan sebidang terbentur pada pendanaan dari pemerintah daerah (provinsi/kota/kabupaten) terbatas.

"Selain itu juga kurangnya sumber daya manusia (SDM) perkeretaapian di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, juga masih menjadi kendala," tambah Urip.

Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatka Kota Semarang, Agoes Harmunanto mengatakan di Kota Semarang setidaknya ada lima titik perlintasan kereta api yang harus dibuat flyover.

Karena lalulintas di jalur ini sudah semakin padat. Yakni di perlintasan Kaligawe, Mangkang (dua titik) dan Banjir Kanal Barat (dua titik).

"Selain itu untuk membangun underpass juga harus mempertimbangkan banjir dan rob yang sampai saat ini masih menjadi problem bear warga Kota Semarang," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement