Kamis 04 Dec 2014 17:54 WIB

Polda NTT Dinilai Tak Serius Tangani 'Trafficking'

Human trafficking (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Human trafficking (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Ketua Komisi V DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Winston Rondo mengatakan, Polda NTT tidak serius dalam menangani kasus-kasus perdagangan manusia (human trafficking) di daerah itu.

"Polda NTT dan jajarannya gagal menuntaskan masalah TKI ilegal yang marak terjadi di daerah itu. Mestinya Polda NTT sudah menyelesaikan banyak kasus trafficking, tanpa tekanan dari pihak manapun," kata Winston dalam dengar pendapat dengan Polda NTT di Kupang, Kamis (4/12).
Menurut dia, siapa pun dia, jika terbukti bersalah dalam masalah perdangangan manusia di NTT maka harus ditindak tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Berlarut-larutnya proses penanganan masalah trafficking disebabkan karena diduga adanya kepentingan pihak-pihak tertentu," sambung Winston.
Dia mengatakan, Polda NTT dan jajarannya tidak serius menangani kasus-kasus TKI ilegal yang sudah dilaporkan selama ini. Sejumlah bukti sudah mendukung adanya tersangka dalam masalah proses perekrutan TKI ilegal, namun Polisi tidak berani menetapkan tersangkanya.
Menanggapi hal itu, Wakil Kapolda NTT Kombes Pol Sumartono menjelaskan, masalah perdagangan di daerah itu bisa dikategorikan menempati rangking satu secara nasional. "Atas dasar itu, Kapolda NTT membentuk tim untuk menuntaskan sejumlah kasus TKI yang terjadi di provinsi kepulauan itu," ujarnya.
Sumartono menegaskan, Polda NTT dan jajarannya bertekad menghentikan proses TKI ilegal, untuk dikirim ke luar negeri.
Karena itu, jika ada pihak atau oknum yang terlibat dalam perekrutan TKI ilegal maka harus ditindak tegas. "Prinsip kami adalah yang salah tidak boleh diampuni dan yang benar patut dibenarkan," ujarnya.
Dia menambahkan, yang menjadi masalah dalam menuntaskan kasus perdagangan manusia adalah polisi tidak dilibatkan mulai dari proses perekrutan sampai penempatan TKI. Polisi dilibatkan manakala sudah terjadi tindak pidana seperti penganiayaan, tidak membayar hak tenaga kerja, dan merekrut TKI yang belum cukup umur.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement