REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelarangan mengenakan jilbab bagi murid muslimah di sekolah masih dijumpai pada beberapa daerah di Indonesia.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) setidaknya menemukan hal demikian di sejumlah sekolah di Provinsi Bali.
Menurut Wakil Ketua Komnas HAM, Anshori, tidak ada alasan apa pun yang bisa membenarkan pelarangan berjilbab.
"Sebab, berjilbab memang bukan masalah. Yang seharusnya masalah, justru pelarangan itu," ungkap Anshori saat dihubungi oleh Republika di Jakarta, Kamis (4/12).
Anshori menyebutkan, pihak Komnas HAM telah melakukan advokasi terhadap murid-murid muslimah yang tidak bebas menjalankan praktik berjilbab. Apalagi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI sudah memberlakukan Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang peraturan seragam sekolah. Dalam aturan tersebut, antara lain disebutkan, murid muslimah dibolehkan mengenakan jilbab sebagai seragam sekolah.
Anshori sendiri menyayangkan masih adanya sekolah yang menghalangi anak didiknya menjalankan keyakinan agamanya. Menurut Anshori, kebebasan beragama mesti diartikan secara luas. Yakni, tidak hanya tentang praktik formal di rumah ibadah, melainkan juga penampilan seseorang di ruang publik. Maka, toleransi umat beragama tak hanya sekadar wacana.
"Pihak sekolah dan pemerintah daerah setempat mestinya bersikap bijaksana," ujar Anshori.
Apalagi, lanjut Anshori, selama ini toleransi beragama di Bali tidak menjadikan pakaian dari identitas agama tertentu sebagai sesuatu yang mengganggu. Kata Anshori, pelarangan berjilbab justru mengurangi citra baik masyarakat setempat.
"Harus ada langkah nyata dari pemerintah," pungkas Anshori.