REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Masyarakat di Jabar, masih banyak yang menggunakan air tak layak. Dari hasil investigasi tim Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLHD) Jawa Barat, ditemukan sekitar 7.000 warga di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung menggunakan air kotor.
Mereka, terpaksa menggunakan air yang sudah tercemar limbah pabrik sebagai sumber kehidupannya.
Menurut Kepala BPLHD Jabar, Anang Sudarna, warga di Majalaya tersebut terpaksa menggunakan air di selokan yang warnannya hitam dan bau. Bahkan, pencemaran air limbah juga sudah masuk pada jamban di masjid.
"Ini kan sudah tidak rasional ketika lingkungan mengganggu tempat peribadatan seperti masjid," ujar Anang kepada wartawan belum lama ini.
Anang mengatakan, temuan adanya warga yang menggunakan air limbah tersebut diketahui berdasarkan hasil investigasi dari timnya sekitar pada dua pekan lalu. BPLHD Jabar, menemukan ada kejanggalan. Tim investigasi menemukan sumur para warga itu sudah tidak ada airnya.
Kondisi tersebut, sangat mengerikan karena masyarakat menggunakan kualitas air yang buruk. Hal tersebut dilakukan, karena sumur air warga saat ini sudah tidak keluar lagi.
Sumur warga, airnya sudah tak keluar karena banyak pabrik tekstil yang membangun sumur demi kepentingan perusahaan. Akibatnya, warga harus menggunakan air yang sudah tercemar limbah pabrik.
Dari data yang dihimpun BPLHD Jabar, kata dia, warga yang menggunakan air kotor akibat tercemar limbah jumlahnya mencapai 7.000. Terletak, di dua desa yakni Desa Ciwalengke dan Leuwidulang.
Akibatnya, banyak warga yang terserang penyakit kulit seperti gatal-gatal. Kondisi tersebut membuat Anang perihatin karena pencemaran lingkungan kian hari terus merajalela di Jawa Barat.
"Jalan keluarnya menertibkan pabrik yang jumlahnya sangat banyak di daerah itu," kata Anang.
Sebagai langkah awal, Anang akan meminta kepada Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jabar untuk membangun sumur artesis di tengah-tengah kampung. Kalau ada sumur artises, agar warga tidak akan menggunakan air kotor lagi.