REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- TNI Angkatan Laut mengaku masih memiliki hambatan dalam pengamanan di laut, salah satunya keterbatasan armada kapal perang yang ada saat ini.
"Keterbatasan kapal masih menjadi kendala. Saat ini hanya sekitar 60-70 kapal yang melakukan operasi di tiga alur laut kepulauan Indonesia (ALKI)," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Manahan Simorangkir, saat berkunjung ke Kantor Perum LKBN Antara, Jakarta, Rabu (26/11) petang.
Kadispenal yang didampingi sejumlah stafnya di jajaran Dispenal, mengatakan, dalam menjalankan tugasnya, kapal-kapal patroli tersebut sudah melaksanakan konsep operasi pengamanan ALKI, perbatasan, dan operasi-operasi yang dilaksanakan karena tugas-tugas TNI AL sendiri.
Dengan luas lautan yang dimiliki Indonesia, idealnya TNI dapat mengoperasikan 300-400 KRI. Jumlah ini jauh lebih besar dari jumlah yang saat ini dimiliki, yaitu baru 151 unit. "Dengan menghitung luas laut yang harus diawasi, dibandingan dengan jumlah kapal, kecepatan kapal dan daya deteksi, idealnya dioperasikan segitu (300-400 kapal)," kata Manahan.
Tak hanya itu, ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) untuk mengoperasikan kapal perang juga belum memadai. "Pada 2012 kuota BBM hanya 13 persen, pada 2013 meningkat menjadi 21 persen. Pada 2014 ini bertambah menjadi 41 persen dari kebutuhan untuk operasi pengamanan laut," ujarnya.
Namun demikian, TNI AL kini juga sudah mampu mengeliminir kekurangan ketersediaan kapal patroli. Caranya, dengan meningkatkan kapabilitas seluruh kapal patroli yang dioperasikan untuk membantu mengurangi upaya-upaya illegal fishing.
"Kita memiliki komitmen untuk melakukan pengamanan laut agar kasus-kasus pencurian ikan dapat diminimalisir," katanya.
Manahan menambahkan, dengan adanya perubahan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) menjadi Badan Keamanan Laut (coast guard), maka operasi keamanan laut akan lebih efektif dan efisien dalam penggunaan bahan bakar.