REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Beji Caid Essebsi yang merupakan pemimpin sekuler Tunisia dilaporkan telah memenangkan putaran pertama pemilihan presiden atas presiden yang berkuasa saat ini, Moncef Marzouki dalam pemilu yang digelar pada Ahad (23/11).
Sebagaimana diberitakan Gulf Today, Rabu (26/11), dalam hasil penghitungan suara awal pada Selasa (25/11) kemarin, Essebsi yang didukung Partai Nidaa Tounes berhasil meraup suara sebesar 39,46 persen, sedangkan Marzouki hanya mampu memperoleh suara sebesar 33,4 persen.
Sementara itu, Tokoh sayap kiri Tunisia, Hamma Hammami berada di urutan ketiga dengan delapan persen, diikuti oleh pengusaha yang berbasis di London, Hechmi Hamdi serta pengusaha dan presiden klub sepak bola, Slim Riahi yang masing-masing mendapatkan lima persen suara.
Dilansir AFP, pemilihan ini mendapat apresiasi dan pujian dari Uni Eropa yang mengatakan bahwa Tunisia telah melakukan pemilihan yang demokratis serta transparan.
Atas hasil ini, kedua tokoh itu akan kembali bertemu pada pemilihan putaran kedua pada Desember mendatang. Pemilihan presiden secara langsung ini adalah yang pertama kalinya digelar di Tunisia menyusul gelombang protes rakyat Tunisia yang menggulingkan diktator Zine Al Abidine Ben Ali pada 2011 lalu.
Pemilihan tersebut merupakan langkah terakhir bagi negara di bagian utara Benua Afrika itu melewati transisi menjadi negara demokrasi sepenuhnya sejak revolusi tiga tahun lalu.
Rasa optimis muncul dari kubu Essebsi setelah menyatakan pihaknya unggul sepuluh persen pada Senin (24/11).Essebsi sendiri merupakan mantan pejabat di masa Ben Ali berkuasa.
Sedangkan, Marzouki mencalonkan diri kembali untuk memberikan pilihan bagi warga Tunisia yang menolak kembalinya "orang-orang lama" di pemerintahan yang baru. Pemilu presiden ini adalah rangkaian dari pemilihan umum pada Oktober lalu.
Saat itu, kursi mayoritas parlemen berhasil dikuasai partai sekuler, Nidaa Tounis yang mengalahkan Partai Ennahda.
Tunisia sendiri adalah negara pertama yang mengalami revolusi Arab (Arab Spring) pada 2011. Revolusi ini kemudian menjalar ke beberapa negara Arab lainnya, seperti , Yaman, Mesir, Suriah, dan Libya.
Sejak penggulingan Ben Ali, Tunisia menganut satu konstitusi baru dimana partai-partai sekuler dan Islam bersaing ketat merebut suara rakyat.