Selasa 25 Nov 2014 17:42 WIB

Sahkan Nikah Beda Agama, Cara Berfikir Tidak Intelek

Rep: c15/ Red: Agung Sasongko
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan khususnya Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan tentang ketidakbolehan menikah beda agama sedang diujimaterilkan di MK.
Foto: Tahta Aidilla/Republika
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan khususnya Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan tentang ketidakbolehan menikah beda agama sedang diujimaterilkan di MK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Komisi Hukum dan Perundang-undangan, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Luthfie Hakim mengatakan tuntutan pencabutan  Undang-undang Perkawinan pasal 2 ayat (1) UU No. 1/1974 merupakan wujud dari cara berfikir yang tidak intelek.

Menurut dia, pasal tersebut sama sekali tidak melanggar HAM. "Cara berpikir seperti itu jauh dari cara berfikir orang pintar" kata Luthfie Hakim saat dihubungi ROL, Selasa (25/11).

Luthfie berpendapat cara pandang yang mengatakan penghapusan pasal 2 ayat (1) UU No. 1/1974 tidak menyebabkan hilangnya aspek religius dalam hukum perkawinan di Indonesia masih sangat dangkal dan tumpul. Karena, tambah dia, justru UU perkawinan tersebut terdapat aspek religius hukum perkawinan di Indonesia.

Ia mengemukakan Negara Republik Indonesia wajib mengakui dan menghormati segala aturan hukum yang telah ada di dalam agama yang sah di Indonesia. Termasuk, dalam konteks aturan agama tentang perkawinan.

MUI menilai, kata Luthfie, pasal 2 ayat (1) UU No. 1/1974 tentang perkawinan merupakan produk hukum yang telah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Sejauh ini, tidak ada gejolak atau gerakan dalam masyarakat dari agama yang manapun menginginkan dibatalkannya pasal tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement